Hinca Pandjaitan Desak Menteri Kesehatan Mundur karena Gagal Jalankan Penelitian Ganja Medis

Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi III DPR RI, Hinca IP Pandjaitan, secara tegas meminta Menteri Kesehatan mundur dari jabatannya karena dianggap gagal menepati janji untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap ganja medis. Pernyataan keras tersebut disampaikannya dalam diskusi bersama wartawan parlemen di Kompleks DPR RI, Senin (15/7/2025).

“Saya minta Menteri Kesehatan mundur! Karena ingkar janji untuk meneliti ganja medis. Ini bukan perkara kecil, ini soal nyawa,” tegas Hinca dalam forum terbuka yang dihadiri koordinator wartawan parlemen.

Menurut Hinca, kematian seorang anak bernama Pika, yang lahir dengan kondisi medis tertentu dan membutuhkan ganja untuk pengobatan, adalah bukti nyata kegagalan negara dalam memberikan akses keadilan dan kesehatan bagi warganya.

“Apakah mungkin kita bisa terima dengan rasa keadilan, seorang anak seperti Pika meninggal dunia hanya karena negara tidak mau meneliti ganja medis? Ganja itu tanaman yang diberi Tuhan. Ia menjadi jahat ketika dikapitalisasi untuk kejahatan. Tapi sebagai obat, dia adalah penyelamat,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sudah dua kali memerintahkan agar dilakukan kajian ilmiah terhadap ganja untuk keperluan medis, namun Kementerian Kesehatan justru tidak mengambil langkah nyata.

“Saya tanya langsung waktu itu. Dia bilang iya. Tapi tak ada juga hasilnya. Ini bukan sekadar soal birokrasi lambat, ini soal pengabaian terhadap hak hidup warga negara,” tegas Hinca.

Hinca menilai pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, telah melakukan kesalahan fatal karena membiarkan persoalan ganja medis menggantung tanpa kejelasan.

“Kalau tidak sanggup riset, lebih baik mundur. Apa susahnya riset? Kalau takut tanggung jawab, jangan duduk di kursi Menteri Kesehatan. Ini bukan soal politik, ini soal nyawa manusia!” katanya.

Lebih lanjut, ia menilai sikap negara yang terus mengkriminalisasi pengguna narkotika, termasuk dalam kasus penggunaan medis, telah melanggar HAM. Ia bahkan menyebut banyak pengguna narkotika yang sebenarnya adalah pasien sakit, namun dipenjara dan dibiayai negara melalui APBN.

“Sakit itu harusnya diobati, bukan dipenjara. Ini dosa besar negara,” tandasnya.

Hinca mendorong agar ke depan negara harus berani mengambil sikap politik tertinggi, yakni menetapkan narkotika sebagai bahaya laten melalui Ketetapan MPR dan menyatakan darurat narkotika secara nasional.

“Kalau perlu, Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan 17 Agustus nanti menyatakan bahwa narkoba adalah bahaya laten bangsa. Itu baru langkah berani,” tegasnya.

Pernyataan keras Hinca mendapat dukungan dari sejumlah peserta diskusi yang hadir. Ia mengajak wartawan dan masyarakat sipil untuk menuntut akuntabilitas penuh dari Kementerian Kesehatan terkait persoalan ganja medis dan penanganan narkotika secara keseluruhan.

“Kalau negara tidak berani mengakui kesalahannya, rakyat akan terus jadi korban. Dan itu dosa sejarah,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano