Jakarta, Aktual.co — Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, masih banyak ganjalan soal eksekusi mati yang sampai saat ini belum dilakukan oleh kejaksaan. Penyebabnya adalah dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan upaya Peninjauan Kembali (PK) diajukan berkali-kali.
“Ada putusan MK yang baru dikatakan PK diajukan tidak hanya sekali. Sekali saja masalah bagi kita untuk laksanakan putusan mati, apalagi ini lebih dari sekali. Pengajuan permohonan PK tanpa batasan waktu itu soalnya. Kita tersandera dengan putusan MK itu,” kata di Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (15/12).
Meski demikian, Politikus asal Partai Nasdem itu mengaku akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung. Hal tersebut, agar proses eksekusi tidak membingungkan dan mendapat kepastian hukum maka harus ada batasan waktu bagi terpidana untuk mengajukan PK.
“Katakanlah dalam pengajuan PK ada batasan waktu. Grasi saja dibatasi 1 bulan, UU No 22 Tahun 2002 ada batasannya. Seperti grasi, itu dibatasi 1 bulan setelah inkrah. Mau 1 bulan atau 2 bulan, yang penting ada kepastian.”
Prasetyo mengatakan, selain tak adanya batasan waktu, PK yang bisa diajukan berulang itu dianggap membuka peluang bagi para napi untuk mengulur waktu eksekusi. Namun demikian, kata dia Kejaksaan tidak bisa melarang kerena hal tersebut merupakan hak narapidana.
“Kalau mereka bilang ada novum (bukti baru) ya kita tunggu. Ada laporan, sudah 2 kali yang bersangkutan ajukan PK. Kami kasih waktu 6 bulan, tapi dibilang nggak cukup. Terkesan mereka mengulur waktu. Itu hak mereka tapi masalah bagi kami.”
Maret 2014 lalu MK mengabulkan permohonan gugatan mantan Ketua KPK Antasari Azhar agar PK bisa diajukan berkali-kali. Hal ini membuat narapidana yang memiliki bukti baru atas kasusnya bisa melakukan upaya hukum. Namun bagi Kejaksaan selaku eksekutor, putusan ini justru membuat kepastian hukum tak jelas. Sebab terpidana bisa terus melakukan upaya hukum tanpa ada batasan waktu.
Terlebih lagi, Kejaksaan akhir tahun ini akan mengeksekusi terpidana mati. Dari puluhan narapidana, hanya sekitar 5 orang yang bisa dieksekusi. Sedangkan puluhan lainnya tak bisa diekesekusi karena masih menunggu hasil putusan PK atau grasi yang mereka ajukan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















