Lelaki yang pernah menjadi penasehat ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa bersama tiga pemenang Nobel ekonomi itu memang menyebut yang kini tengah berjudi adalah bangsa Indonesia. Tapi, tentu saja publik paham, bahwa tanggung jawab utama berada di tangan Presiden selaku Kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.

Saya lebih suka menyebut yang tengah berjudi adalah Presiden Jokowi. Pada pertaruhan pertama saat Pilkada DKI, publik sudah mencapai titik haqqul yakin, bahwa Istana membela dan melindungi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Untungnya Allah Yang Maha Penyayang masih menyelamatkan Jakarta dan Indonesia. Ahok kalah di Pilkada. Di pengadilan, dia juga divonis dua tahun penjara karena kasus penistaan agama yang dilakukannya. Alhamdulillah…

Di ujung tanduk?

Jokowi yang modal sosial dan politiknya nyaris ludes karena kasus Ahok, bisa dikatakan kini berada di ujung tanduk. Pasalnya, dia masih saja menyerahkan urusan ekonomi kepada para menterinya yang menjadi komparador juragan neolib. Inilah pertaruhan kedua, di sektor ekonomi.

Paham neolib yang dengan konsisten diterapkan melahirkan kebijakan konstraksi habis-habisan alias austerity policydi saat ekonomi melemah. Pememotongan anggaran tahun lalu saja mencapai Rp133,8 triliun. Padahal, pemotongan anggaran hanya bagus di mata internasional, kenapa? Dengan memotong anggaran, nilai aset di dalam negeri bakal stagnan. Bahkan bisa turun. Nah, saat itulah investor getol belanja aset di sini.

Pemotongan anggaran memang memberi ruang fiskal lebih luas kepada APBN. Tapi kelonggaran ini dimanfaatkan untuk membayar bunga dan pokok utang luar negeri. Tentu saja, para bond holder bersorak-sorai karenanya. Apalagi Menkeu memang sangat dikenal rajin mengobral bunga supertinggi tiap kali obligasi yang diterbitkan negeri ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu