Karawang, Aktual.com – Dalam kitab Ad-Durar An-Naqiyah karangan Abu Al Fadl Sayid Abdullah Bin Muhammad Siddiq Al Ghumari RA dikemukakan bahwa adab seorang murid dalam suluk thariqah terbagi pada empat bagian yaitu adab kepada Allah SWT, adab kepada Syekh Thariqah yang menjadi mursyid murobbinya, adab kepada sesama ikhwan sesama thariqah dan adab kepada sesama kaum muslimin secara umum.

Pertama adab seorang murid kepada Allah SWT:

Dijelaskan dalam kitab tersebut seorang murid wajib menjaga adabnya terhadap Allah SWT dengan tidak melanggar ataupun meremehkan batasan-batasan larangan yang telah ditetapkan oleh syara’ bahkan seorang murid harus senantiasa mengerjakan amalan-amalan sunnah dan nawafil secara rutin.

Sehingga dengan demikian keridhoan dan kecintaan Allah SWT akan ia dapatkan sebagaimana keterangan dalam Hadits Qudsi yang shahih:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan nawafil/sunnah (selain fardhu) hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya” [HR.Bukhari].

Seorang murid hendaklah memiliki sifat ridho atas suratan takdir yang telah Allah SWT tetapkan untuknya sebagaimana wasiat Nabi SAW kepada Ibnu Abbas RA :

واعلَمْ أنَّ ما أخطَأَكَ لم يَكُن لِيُصِيبَكَ ، وما أصابَكَ لم يَكُن ، ليُخطِئَكَ ،

“Dan ketahuilah bahwa setiap apa saja yang (ditetapkan) luput darimu, maka tidak akan pernah menimpamu, dan setiap apa saja yang (ditetapkan) menimpamu maka tidak akan pernah terluput darimu”[HR:Al Hakim].

Apabila keyakinan dan pemahaman tersebut telah tertanam di dalam hati sorang murid, niscaya hatinya akan menjadi tenang dan pasrah atas apapun ketentuan Allah SWT untuknya.

Dalam segala hal, seorang murid hendaklah mengutarakan permintaannya kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِن فَضْلِهِ

“…….dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. ….. [QS: An-Nisa/4 ayat: 32)”.

Dan Nabi SAW bersabda:

وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فاسْتَعِنْ باللَّهِ

“Jika engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah” [HR:Turmudzi].

Dalam Hadits yang lain Nabi SAW bersabda:

لِيَسألْ أحدُكم ربَّهُ حاجتَهُ كلَّها، حتى يسألَه شِسْعَ نعلِه إذ انْقَطعَ

“Hendaklah salah seorang diantara kalian memohon kepada Tuhannya untuk setiap apa yang ia hajatkan tak terkecuali ketika tali sandalnya terputus”[HR:Turmudzi].

Dihikayatkan pernah terjadi di kalangan ulama salaf seseorang yang mengalami kesulitan dalam hidupnya sehingga dia sempat berangan-angan untuk meminta bantuan kepada saudara-saudaranya, kemudian ia bermimpi dan di dalam impiannya tersebut dia melihat seseorang berkata kepadanya : “jika seorang murid bisa mendapatkan setiap apa yang diinginkannya dari Allah SWT, apakah pantas hatinya berpaling kepada seorang hamba?” lantas ia terbangun dari tidurnya dan tersadar hingga menjadi orang yang berhati sangat kaya.

Seorang murid hendakah berperilaku mulia, menjunjung tinggi Sunnah Nabi SAW dalam segala hal dan mengagungkan Ahlul Bait serta para sahabat Nabi SAW.

Hal tersebut merupakan suatu kewajiban mutlak bagi setiap muslim dan tidak perlu diperdebatkan lagi, sebab dalam beberapa ayat Al-Qur’an Allah SWT telah menegaskan tentang kewajiban mengagungkan dan menghormati Nabi SAW sebagaimana mestinya bahkan ketaatan atas Nabi SAW dijadikan tolak ukur ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT.

Barang siapa yang tidak rela dan patuh atas ajaran dan perintah Nabi SAW, maka ia termasuk orang-orang yang tidak beriman dan mendapatkan ancaman siksa yang sangat pedih.

Bersambung…

[Deden Sajidin]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid