Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani dalam acara pembacaan kitab amin al-I'lam bi anna attasawwuf min syariat al-islam karangan syekh Abdullah Siddiq al-Ghumari di Majelis Zawiyah Arraudah, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2017). AKTUAL/Tino Oktaviano
Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani dalam acara pembacaan kitab amin al-I'lam bi anna attasawwuf min syariat al-islam karangan syekh Abdullah Siddiq al-Ghumari di Majelis Zawiyah Arraudah, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2017). AKTUAL/Tino Oktaviano

Karawang, Aktual.com – Dalam kitab Ad-Durar An-Naqiyah karangan Abu Al Fadl Sayid Abdullah Bin Muhammad Siddiq Al Ghumari RA dikemukakan bahwa seorang murid wajib menghormati dan mengagungkan sosok yang ia jadikan sebagai syekhnya.

Adab seorang murid terhadap Syekhnya: di hadapan syekhnya seorang murid tidak diperkenankan berucap dan bersikap lancang, kehadiran seorang murid di suatu majelis tidak untuk mencari perhatian syekhnya dan apabila hendak keluar dari mejelisnya harus meminta izin terlebih dahulu, tidak boleh menentang arahan syekhnya dan mengambil arahan lain yang ia dapatkan di tempat lain.

Tatakrama ini diberlakukan oleh para ahli tasawwuf sebagai pengamalan atas bimbingan Allah SWT dalam Al-Qur’an tentang bagaimana caranya agar para sahabat Nabi SAW dapat berinteraksi dengan Nabi SAW dengan sebaik-baiknya.

Sedangkan para masyaikh tarekat,tidak diragukan lagi, mereka adalah para pengganti nabi yang memerankan tugas kenabian dalam hal memberikan arahan pelajaran serta bimbingan sebagaimana sabda Nabi SAW :

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi”[HR:Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Ahmad].

Dengan demikian tatakrama yang dianut kaum sufi pun diterapkan secara turun temurun (warisan dari zaman sahabat Nabi SAW).

Oleh karenanya sebelum masuk toriqoh, seorang murid hendaklah memantapkan diri terlebih dahulu dan memilih sosok syekh yang dianggap sebagai pewaris Nabi, yang menguasai ilmu Al-Qur’an dan Sunnah, memahani hukum-hukum syariah dan mengamalkannya.

Karena sesungguhnya arahan dan bimbingan yang benar hanya akan didapat dari seseorang yang berkepribadian sesuai dengan tuntunan hukum syariah.

Bagaimana mungkin seorang yang tidak memiliki kemantapan ilmu dan kesinambungan dalam beramal sholeh (istiqomah) bisa dikatakan layak untuk memberikan pencerahan, karena seseorang tidak mungkin dapat memberikan sesuatu yang hilang darinya.

Bersambung…

[Deden Sajidin]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid