Jakarta, Aktual.com —  Sosok yang satu ini, popularitasnya di kalangan perintis kemerdekaan RI memang tidak setenar Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sutan Sjahrir. Maupun Haji Agus Salim.

Namun tahukah anda, semasa berlangsungnya Revolusi Fisik 1945-1949, putra asli Minang ini dijuluki pers asing sebagai “The Biggest Smuggler in Southeast Asia (Penyelundup Terbesar di Asia Tenggara).  Tentu saja karena pria kelahiran Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat itu pada 16 September 1905 itu, pada fase tersebut berkali-kali menjadi menteri dalam beberapa kabinet, sehingga jasa-jasanya dihargai pemerintah dengan anugerah gelar Pahlawan Nasional.

Adnan Kapau (AK) Gani, kodratnya memang sosok yang eksentrik dan punya aneka bakat. Meski seorang dokter, karena jiwa aktivisnya begitu kuat, pada perkembangannya beliau berkiprah ke ranah politik sebagai politisi. Bahkan pernah mencapai kedudukan sebagai Gubernur Militer Sumatera Selatan.

AK Gani adalah putra dari seorang guru, bernama Abdul Gani Sutan Mangkuto, sedangkan ibunya bernama Siti Rabayah. Menariknya, keluarga besar AK Gani memang punya darah pejuang. Salah satu pamannya, Dr Abdul Rivai, dikenal sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan dan orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar dokter di Negeri Belanda.

Setelah lulus ELS di Palembang pada 1923, Adnan meneruskan ke sekolah tinggi kedokteran STOVIA di Jakarta. Sayangnya, sekolah ini pada 1927 ditutup, sehingga Adnan harus melanjutkan sekolah ke AMS (setingkat SMA zaman Belanda) hingga lulus pada 1928. Setahun kemudian, Adnan masuk Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge School/GHS) Jakarta, dan baru lulus pada 1940.

Tapi dasar memang sudah kodratnya sebagai sosok berjiwa aktivis, selama masa perkuliahannya itu, Adnan sibuk dalam organisasi pergerakan, sehingga baru lulus setelah menempuh studi selama 11 tahun. Selama kuliah itu, Adnan menjadi anggota Jong Sumatranen/JSB Bond(Perhimpunan Pemuda Sumatera) cabang Jakarta, kemudian Dewan Eksekutif Pusat JSB, dan aktif pula dalam Kongres Pemuda II yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda.

Bukan itu saja. Adnan juga aktif sebagai anggota Komite Persiapan pendirian organisasi Indonesia Muda dan menjadi anggota Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI). Maka tak salah kalau Adnan seperti di awal tulisan ini, boleh dibilang termasuk salah seorang perintis kemerdekaan Indonesia. Sebab berbagai organisasi kepemudaan yang mana Adnan tergabung dan aktif di dalamnya, merupakan wadah pergerakan kaum muda yang sudah dirintis sejak berdirinya era Kebangkitan Nasional menyusul berdirinya Budi Utomo pada 1908. Sehingga antara kemunculan Budi Utomo pada 1908 maupun Sarikat Islam pada 1912, harus dipandang dalam satu tarikan nafas dan rangkaian kesejarahan yang tak bisa dipisahkan.

Kembali ke sosok dan kiprah AK Gani. Meski aktif kuliah kedokteran maupun sebagai pegiat organisasi sosial-politik, Adnan sebagai mahasiswa yang hidup di Jakarta hidup mandiri tanpa bantuan keuangan dari orang tua. Alhasil dia pernah bekerja sebagai makelar, wartawan, pemain teater, bintang film, dan bahkan pernah jadi manajer Club Indonesia di Kramat Raya 106, Jakarta. Tempat untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan pada 1928.

Sebagai aktivis pergerakan politik, ia pernah jadi anggota Partai Indonesia(Partindo), partai pecahan dari Partai Nasional Indonesia bentukan Bung Karno pada 1927. Dari latar belakang ini saja, kita bisa simpulkan bahwa AK Gani sejatinya menganut garis ideologi nasional yang merujuk pada nasionalisme garis pemikiran Bung Karno. Meskipun sosok satu ini dikenal supel dalam pergaulan lintas golongan maupun ideologi era itu.

Selain aktivis Partindo, AK Gani juga pernah jadi ketua Dewan Eksekutif Partai Gerakan Rakyat Indonesia(Gerindo), salah seorang sekretaris pada Sekretariat Bersama Federasi Partai-Partai Politik Indonesia(GAPI). Ia juga adalah salah seorang angggota  GAPI yang berunding dengan Komisi Penyelidik Partai-Partai Politik Belanda(Komisi Visman) mengenai masa depan Indonesia.

Jatidiri AK Gani memang seorang aktivis. Meskipun sudah lulus jadi dokter pada 1940 dan kembali ke Palembang berpraktek sebagai dokter, hasrat sejatinya untuk terjun ke pergerakan poilitik kambuh lagi. Alhasil, ketika Jepang mulai menjajah Indonesia pada 1942, ia ditahan oleh Polisi Militer Jepang(Kempetai) dan mengalami penyiksaan selama kurang lebih 13 bulan. Gara-gara hasratnya yang begitu kuat untuk berkiprah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada akhir masa penjajahan Jepang, Adnan pernah aktif di beberapa organisasi dan lembaga yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Termasuk sebagai Ketua Badan Kebaktian Rakyat Palembang dan Ketua PanitiaPersiapan Kemerdekaan Daerah Palembang.

Tak heran ketika Proklamasi 17 Agustus 1945 dicetuskan oleh Bung Karno dan Bung Hatta di Jakarta, Adnan praktis dipandang sebagai tokoh sentral di Sumatera Selatan. Bahkan AK Gani lah yang mengambil inisiatif membacakan teks Proklamasi dan mengibarkan pertama kali Bendera Merah Putih di Palembang. Setelah itu, Adnan diangkat jadi Kepala Pemerintahan Bangsa Indonesia untuk Keresidenan Palembang, dan dalam waktu singkat, berhasil menyusun badan-badan pemerintahan RI di seluruh Sumatera Selatan.

Satu lagi, yang sejarah tak  boleh lupa, sebagai politisi Adnan lah yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Palembang, dan pada 1947 terpilih sebagai Ketua Umum PNI. Hanya saja karena tidak bisa meninggalkan Palembang untuk memimpin PNI di Yogyakarta, ia akhirnya diganti antar-waktu. Dan hanya menjadi Ketua PNI Sumatera Selatan.

Selain kiprah di dunia politik, Adnan nampaknya juga berbakat untuk berkiprah di ranah kemiliteran. Sejak Oktober 1945 sampai Juli 1946, ia menjadi koordinator Badan Keamanan Rakyat(BKR) untuk Sumatera Selatan. BKR ini adalah cikal-bakal lahirnya Tentara Nasional Indonesia sekarang. Inilah sebabnya kemudian AK Gani pernah menjabat sebagai Gubernur Muda dan kemudian Gubernur Militer Sumatera Selatan.

Berkat passion-nya yang begitu kuat di pergerakan politik dan kemiliteran, ketika Amir Sjarifuddin menjadi Menteri Pertahanan, Adnan diangkat jadi Wakil Kementerian Keamanan dan Pertahanan untuk Pulau Sumatera Selatan.

Di sinilah awal mula AK Gani dapat julukan sebagai penyelundup terbesar di Asia Tenggara. Begini ceritanya. Semasa aktif di kemiliteran dalam BKR maupun sebagai Wakil Kementerian Keamanan dan Pertahanan di Sumater Selatan, Adnan selain memimpin secara langsung perjuangan bersenjata di lapangan, namun juga aktif mengumpulkan senjata dan membeli barang-barang kebutuhan rakyat dengan cara penyulundupan.

Misal Gani mengirim timah, kopra, dan hasil bumi lainnya ke luar negeri, lalu hasilnya ia jadikan untuk membeli senjata dan pakaian dari Singapura atau negara-negara lainnya. Oleh karena kegiatannya inilah, ia dijuluki oleh kalangan pers asing sebagai “Penyelundup Terbesar di Asia Tenggara.” Melalui aksi penyelundupan inilah, AK Gani termasuk salah seorang yang berjasa dalam menembus blokade ekonomi oleh Belanda.

Bisa dipahami jika pemerintahan kabinet Sutan Sjahrir pada 1947 mengangkat AK Gani sebagai Menteri Kemakmuran. Pada 5 Januari 1947 ia diutus oleh Pemerintah Pusat untuk menghentikan pertempuran lima hari lima malam di kota Palembang. Dari Juni 1947 hingga Februari 1948 ia ditunjuk menjadi Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Kemakmuran, seraya menjadi anggota Delegasi RI pada perundingan Linggajati.

AK Gani Bersama Soekarno
AK Gani Bersama Soekarno

Pada 20 Juli 1947, keselamatan jiwa AK Gani berada di ujung tanduk, menyusul penangkapan atas dirinya oleh tentara Belanda pimpinan Kapten Westerling. Namun atas pengaruh dari Bung Karno, ia berhasil dibebaskan, sehingga bisa terus aktif di pemerintahan. Sehingga pada November 1947, AK Gani diutus ke Havana, Kuba, mengetuai Delegasi RI pada Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Ketenagakerjaan.

Semua kiprahnya pada masa itu, memang terkonsentrasi di Palembang, Sumatera Selatan. Sehingga antara Desember 1948 hingga Februari 1950, ia menjabat sebagai Gubernur Militer Daerah Sumatera Selatan bagian Selatan, yang mana wilayah kekuasaannya meliputi Keresidenan Palembang, Lampung, Jambi, dan Bengkulu. Semua kiprahnya itu diabdikan untuk  memimpin perjuangan melawan Belanda yang hendak kembali menguasai Indonesia, menyusul kekalahan Jepang dari tentara sekutu pada Agustus 1945. Yang mencapai puncaknya, ketika AK Gani ikut serta sebagai anggota Delegasi RI pada perundingan Indonesia-Belanda untuk merealisasikan hasil Konferensi Meja Bundar, dan membahas pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia.

Setelah Indonesia sepenuhnya merdeka, AK Gani pernah jadi Menteri Perhubungan dalam kabinet Ali Sastroamijoyo(November 1954  sampai Agustus 1955). Setelah hasil pemilu pertama Indonesia pada 1955 diumumkan, AK Gani terpilih sebagai anggota Dewan Konstituante mewakili PNI dari Sumatera Selatan. Setelah Dewan Konstituante dibubarkan karena dianggap menemui jalan buntu membentuk Undang-Undang Dasar baru, dan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Adnan kembali ke Palembang dan meneruskan praktek dokternya.

Tak berlebihan kiranya jika AK Gani dipandang sebagai tokoh terkemuka dan berpengaruh di Sumatera Selatan.

Dr AK Gani wafat di Rumah Sakit Charitas Palembang pada dinihari 23 Desember 1968 dalam usia 63 tahun. Sebagai pejuang, dan pensiunan Mayor Jenderal, dan pemegang sejumlah bintang tanda jasa, di antaranya bintang gerilya, jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ksatria Siguntang, Palembang. Sejak 1976, namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit Kasdam II/Sriwijaya: RS Dokter AK Gani.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Hendrajit