Alibaba/Ist

Jakarta, Aktual.com – Alibaba Group diyakini tengah melakukan ekspansi yang lebih agresif ke pasar internasional melalui e-commerce, setelah sebelumnya Alibaba tersandung persoalan di negara asalnya, China.

Indikasinya, mantan pimpinan Taobao dan Tmall Rabu (8/12), Jiang Fan, didapuk untuk memimpin unit baru Digital Commerce bagi pasar internasional grup Alibaba, yang di dalamnya termasuk AliExpress dan Lazada.

Indonesia disebut-sebut menjadi salah satu negara yang diincar untuk ekspansi bisnis ini. Alibaba dikabarkan akan menanamkan investasi lebih besar untuk masuk dalam peta raksasa ekosistem digital di Indonesia, yang saat ini masih dipimpin duo Gojek-Tokopedia, Grab-Emtek, serta Shopee.

Salah satu portfolio e-commerce di Indonesia, Lazada, tahun ini genap tujuh tahun masuk di pasar dalam negeri. Terpaut satu tahun dengan Shopee yang masuk di Indonesia pada 2015, market share Lazada terbilang jauh di bawah.

Similarweb Quartal I 2021 mencatat traffic share marketplace Indonesia masih dipimpin Tokopedia dengan persentase 32,04, lalu disusul Shopee yang mencatat 29,73 persen. Sementara Lazada, jauh tertinggal dengan 7,45 persen.

“Perusahaan ecommerce harus menyadari bahwa di tahun-tahun kedepan dominasi bisnis e-commerce kemungkinan besar masih dipimpin oleh Tokopedia gojek dan shopee,” ujar Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti, Minggu (12/12).

Meski demikian, angka ini bukan tidak mungkin dikejar. Dia menyebut, Alibaba bisa menjadi penantang ekosistem raksasa yang saat ini dipimpin GoTo, kongsi Grab-Emtek.

“Alibaba itu sudah sejak lama dia memiliki Pelanggan dari Indonesia Jika dia semakin membesarkan namanya di Indonesia maka akan semakin menarik lagi pengguna,” imbuhnya.

Justru, persaingan ekosistem digital yang serba ketat di Indonesia justru membuat banyak konglomerasi dunia menyadari posisi Indonesia sebagai potensi menjanjikan untuk berinvestasi di masa mendatang. “Fenomena ini akan semakin menarik bagi perusahaan e-commerce terutama sekelas Alibaba,” tambah Esther.

Model bisnis digital pun diyakini berubah. Meski saat ini masih dengan strategi bakar uang dengan berbagai promo, gratis ongkir misalnya, tapi ke depannya diprediksi bakal berubah menjadi kolaborasi. Kenapa?

“Karena lebih baik bersatu untuk bisa menaklukkan pasar daripada saling bersaing dengan perang harga, perang promo yang ujung-ujungnya yang diuntungkan konsumen, tapi mereka buntung,” beber Esther.

Alibaba juga diyakini akan menggandeng partner lokal yang memiliki berbagai bisnis dan platform teknologi informasi maupun digital yang mumpuni untuk menjadi penantang baru tiga raksasa ekosistem digital yang sudah dulu ada. Menurut Esther, skenario itu sangat mungkin.

“Alibaba berkolaborasi dengan perusahaan di dalam negeri itu pasti, bukan mungkin lagi, tapi pasti. Alibaba akan mencari perusahaan yang sejalan dan Indonesia ini adalah market yang besar (bagi mereka),” tuturnya.

“Alibaba akan mencari perusahaan yang sejalan dan Indonesia itu adalah market yang besar. Potensi pasar kita besar, sehingga kita juga harus bisa mendapatkan keuntungan misalnya melalui kolaborasi (Alibaba) dengan pemain lokal yang prospektif, sehingga akan ada dampak ekonomi yang baik untuk Indonesia,” tambah Esther.

Dari banyak nama group besar dengan basis bisnis ekosistem digital di Indonesia, nama Sinar Mas paling banyak disebut. Meski hingga saat ini belum ada konfirmasi mengenai rumor yang beredar, tetapi banyak pihak sudah berspekulasi soal kemungkinan kerja sama strategis antara konglomerasi Indonesia-China ini.

Dari berbagai lini bisnis yang dimiliki Sinar Mas, Smartfren yang disinyalir memiliki posisi nilai tawar kuat untuk diakusisi Alibaba. Maklumlah, Smartfren yang sedang uji kelaikan teknologi 5G ini dianggap sejalan dengan ambisi Alibaba untuk memperkuat bisnis broadband.

“Menurut saya Alibaba tetap akan melakukan ekspansi di negara negara yang pasarnya besar termasuk Indonesia Mengenai siapa mitranya yang akan diajak, Pertama tergantung kedekatannya dengan calon mitra. Kedua, tergantung skema kerjasama apa yg ditawarkan, jika lebih menguntungkan pasti dilirik,” terang Esther, saat ditanya kemungkinan kolaborasi itu.

Meski demikian, perusahaan berkode emiten FREN ini masih menyangkal kemungkinan akusisi tersebut. “Bagi Smartfren, jika dapat berkolaborasi dengan investor global diharapkan akan membuka kesempatan untuk berkembang lebih pesat. Namun, sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai hal ini yang bisa disampaikan kepada publik,” ujar Antony Susilo, Direktur PT Smartcom Telecom Tbk melalui pernyataan tertulis ke otoritas bursa pada Rabu (13/10).

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby