Kalau Pak Jokowi menyatakan agama dan politik harus dipisahkan, sebenarnya boleh-boleh saja, asalkan jelas konteks dan formatnya. Agar para pihak yang setuju atau tidak setuju atas isu yang bapak presiden gulirkant bertumpu pada pemahaman yang sama.
Ketika Bung Karno dan para bapak pendiri bangsa dalam kapasitas sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bersidang membidani kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebenarnya juga sempat terlibat dalam perdebatan sengit seputar isu agama dan negara atau agama dan politik.
Hanya saja landasan pemahaman para bapak pendiri bangsa dalam memperdebatkan isu strategis tersebut jelas, apakah Indonesia sebagai sebuah republik, merupakan negara yang berlandaskan pada Islam sebagai ideologi netgara, sementara yang lain berpandangan Indonesia sebagai republik sebaiknya tidak bertumpu pada agama sebagai ideology negara.
Pada sisi lain, ada yang berpandangan bahwa meskipun Indonesia bukan negara agama dalam pengertian bertumpu pada agama sebagai odeologi, namun Indonesia pun bukan berarti negara tak beragama alias negara sekuler. Lantas, apa rumusannya yang kiranya tepat?
Maka muncullah gagasan alternatif, bahwa meskipun Indonesia bukan negara berlandaskan Islam sebagai ideologi negara, namun Islam sebaga daya spiritual seperti halnya daya spiritual Kristen, Katolik, Hindu-Budha, sejatinya menjiwai dan merasuki seluruh anak bangsa secara lahir dan batin.
Gagasan alternatif inilah yang bermuara pada kesepakatan di antara para bapak pendiri bangsa untuk merumuskan Sila Pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, untuk memayungi daya spiritual semua agama. Seban sejatinya, bangsa di bumi nusantara ini kuat spiritualitasnya dan karenanya akan selalu menentang suatu tatanan yang dibangun atas dasar sekularisme. Sehingga dalam konteks sekularisme, pemisahan agama dan negara, atau agama dan politik, secara teknis berarti de-spiritualisasi agama, dan demoralisasi spiritual.
Pada tataran inilah, Presidek Jokowi harus menklarifikasi dan menjelaskan latarbelakangnya terlebih dahulu agar masyarakat memahami apa konteks dan format dari yang dimaksud presiden dengan perlunya memisahkan agama dari politiik. Karena kalau konteksnya seperti terurai di atas, maka sejatinya kedudukan agama dan politik di tanah air, sudah selesai sejak 18 Agustus 1945.
Sebab hal itu sudah terpecahkan melalui Panvcasila, khususnya Sila Pertama. Melaliui naungan Sila Pertama Pancasila, NKRI sejatinya merupakan negara yang diliputi oleh daya spiritual sehingga pastinya NKRI pun diilhami oleh agama.
Hendrajit.