Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyebut Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri menjadi dalang soal tempat ibadah di Jakarta. Dalam SK Dua Menteri tersebut, disebutkan keharusan pengumpulan KTP dari 90 warga di sekitar rumah ibadah guna mendapatkan izin pendirian tersebut. Padahal kata AHok, tidak bisa seperti itu.

“SKB 2 Menteri bertentangan dengan UUD 1945, itu yang menjadi masalah. Bagaimana bisa rumah ibadah (sebuah agama) mendapatkan izin dari mayoritas (yang beragama berbeda)? Seharusnya dicabut saja peraturan itu,” ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/7).

Ahok menyatakan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Jatinegara, Jakarta Timur, menjadi contoh bagaimana SKB Dua Menteri bertentangan dengan UUD 45. Selama ini banyak rumah ibadah yang kesulitan mendapatkan IMB, karena belum memperoleh KTP yang diharuskan dalam SKB 2 Menteri itu. Itulah yang menyebabkan banyaknya kasus penyerangan aliran agama atau kepercayaan lain yang dituduh sesat, serta sejumlah protes pembongkaran terhadap rumah-rumah ibadah yang berada di wilayah pemukiman.

“Sekarang yang jadi masalah, GKPI di Jatinegara itu gereja yang sudah berdiri 30 tahun tanpa izin. Sama kok banyak tempat ibadah lain seperti masjid, vihara atau klenteng yang juga tidak punya izin. Tapi karena sudah berlangsung sejak lama, jadi tidak dipermasalahkan,” katanya.

Apalagi, rencananya pada Sabtu (25 /7) besok, pihak Pemprov DKI akan mengeksekusi pembongkaran rumah ibadah GKPI tersebut, yang diketahui memiliki jemaah sampai sekitar 60 orang.

“Bagaimana bisa SKB 2 Menteri mengalahkan UUD 45 ? Saya enggak tahu, prinsipnya harus dicabut SKB 2 Menteri ini. Karena SKB itulah yang suka dipakai oleh sekelompok kecil orang intoleransi untuk mengkafir-kafirkan dan menyerang kelompok lain,” pungkasnya.

Diketahui, dalam SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat tertanggal 21 Maret 2006, dalam Pasal 14 disebutkan: Pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan-persyaratan, salah satunya adalah dukungan masyarakat setempat, paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Hal ini dilanjutkan dengan dukungan minimal 60 KTP dari warga sekitar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid