Beranda Regional AJI: Omnibus Law Tidak Sejalan dengan Demokratisasi Penyiaran

AJI: Omnibus Law Tidak Sejalan dengan Demokratisasi Penyiaran

Pernyataan Sikap AJI (Dok: AJI Jakarta)

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menegaskan penolakannya atas pengesahan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. AJI menyebut Omnibus Law bakal merevisi Undang Undang Penyiaran dengan ketentuan baru yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi di dunia penyiaran.

“Omnibus Law ini akan membolehkan dunia penyiaran bersiaran secara nasional, sesuatu yang dianggap melanggar oleh Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Padahal, larangan siaran nasional ini justru untuk mendorong semangat demokratisasi penyiaran, yaitu memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh,” kata Ketua Umum AJI Abdul Manan dalam siaran pers, Rabu (7/10) kemarin.

AJI pun menuding Omnibus Law akan memberi kewenangan yang besar kepada pemerintah dalam mengatur penyiaran. Pasalnya, peran KPI di pasal 24 terkait proses perizinan penyiaran akan dihilangkan. Penghapusan pasal tersebut ditenggarai akan menghilangkan pula ketentuan batas waktu penyiaran, yakni 10 tahun untuk televisi dan 5 tahun untuk radio.

Ketentuan penting lain yang diubah Omnibus Law, ungkap Manan, adalah pemberian wewenang migrasi digital sepenuhnya kepada pemerintah. Padahal migrasi digital bukan hanya semata soal alih teknologi melainkan juga perubahan tata kelola penyiaran yang selayaknya diatur negara pada tingkat UU, dan bukan di level Peraturan Pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Megel Jekson