Jakarta, Aktual.com – Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Teddy Anggoro coba menguraikan dampak positif RUU Cipta Kerja pada 3 pengaturan terkait usaha, antara lain UU Perseroan Terbatas (PT), UU Persaingan Usaha dan UU BUMN.

Nantinya kata Teddy RUU Ciptaker ini akan menyederhanakan pengaturan pendirian UMKM dalam UU PT. Secara rinci, UMKM dapat didirikan oleh satu orang saja, modal dasar ditentukan oleh pendiri, didirikan berdasarkan surat pernyataan,tidak perlu akta pendirian notarial, perubahan PT cukup dengan pernyataan pemegang saham, pembubaran cukup dengan pernyataan pembubaran, dibebaskan dari segala biaya terkait pendirian badan hukum, kemudahan perizinan UMKM, serta adanya aturan tentang kemitraan dan Insentif.

Penyederhanaan ini menurutnya akan mendorong terbukanya kesempatan berusaha di dalam negeri, sehingga bisa berkembang dan merata.

Kemudian dalam UU Persaingan Usaha. Beberapa dampak perubahannya yakni upaya hukum keberatan diajukan ke pengadilan niaga yang sebelumnya ke pengadilan negeri, hukuman administrasi berupa denda ditingkatkan menjadi maksimal 100 Milyar dari sebelumnya hanya 25 Milyar dan menghapus sanksi pidana.

Sementara pada UU BUMN, RUU Ciptaker ini akan menambah tugas khusus perusahaan plat merah yakni menyelenggarakan fungsi penelitan dan pengembangan serta inovasi. Diketahui sebelumnya BUMN hanya menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum.

Dari penjabarannya itu Teddy menyimpulkan aturan ini akan berdampak baik pada iklim kompetisi, pengembangan UMKM dan BUMN.

Meski begitu, Teddy mengingatkan agar proses legislasinnya tetap melibatkan semua pihak. Di berharap ketika pembahasan RUU Ciptaker ini berlanjut, legislator perlu memikirkan juga ide Omnibuslaw yang disebutnya dukungan kerja, seperti penyederhanaan yang memberi kemudahan permodalan, proses penyelesaian utang piutang yang sederhana dan pas, serta asistensi teknika dukungan pemasaran luar negeri.

Teddy kemudian mengaku heran jika RUU Cipta Kerja ini ditolak. Teddy pun menanggapi positif pernyataan Presiden KSPN yang meluruskan persepsi seolah-olah serikat buruh menolak semua isi Omnibuslaw Cipta Kerja.

“Kalau ada lembaga negara yang menolak itu menurut saya missleading, atau akademisi yang menolak keseluruhan itu saya heran,” ucap Teddy dalam Webinar bertema Peluang dan Tantangan RUU Cipta Kerja yang diselenggarakan Injabar dan Universitas Padjajaran, Jumat (28/8/2020)

Adapun 11 klaster di RUU Cipta Kerja yang dinilai bermasalah lanjut Teddy masih bisa dibahas bersama tanpa harus langsung menolaknya. Apalagi pintu untuk dialog diskusi membahas masalah tersebut terbuka secara luas. Jika setelah disahkan masih ada yang merasa dirugikan, masih bisa diajukan uji materi maupun uji formil.

“Jika ada masalahnya di satu isu jangan kesimpulannya menolak UU Cipta Kerja,” tuturnya.

Teddy memandang Omnibuslaw hanya sebuah cara, sebelumnya pemerintah juga telah membatalkan banyak Perda dan Permen. “Bahkan dulu sempat ada paket ekonomi yang merupakan satu rangkaian perbaikan yang dilakukan pemerintahan Jokowi,” ujar Teddy.

Sebagai informasi, dalam bahan paparannya Teddy tertulis diantara tahun 2015-2017 ada pemangkasan 50% dari 42 ribu regulasi di Indonesia. Pada level pusat ada 427 regulasi yang dideregulasi, lalu melalui paket ekonomi 1-15 ada 213 aturan yang dideregulasi dan 3143 regulasi yang dibatalkan.(RRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i