Jakarta, aktual.com – Alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi ekosistem pertanian di Indonesia. Pasalnya, berubahnya lahan pertanian menjadi non-pertanian tersebut membawa dampak yang sangat luas.

Tak hanya soal ketahanan pangan saja, tetapi juga membawa dampak bagi kemiskinan petani dan kerusakan ekologi di pedesaan.

Hal ini diamini oleh Ketua Presidium Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan. Menurutnya, alih fungsi lahan membawa dampak langsung kepada kemiskinan petani.

“Dampaknya langsung jika tanahnya terjual tapi hasilnya habis untuk konsumsi, dan bukan modal kerja lagi. Tentu, juga sangat sulit mengubah dari petani menjadi profesi lain,” kata Gunawan melalui siaran persnya di Jakarta, Rabu (11/3).

Selain itu, alih fungsi lahan juga membawa efek negatif pada kerusakan ekologi pedesaan. Terutama terkait dengan hilangnya kawasan budidaya pertanian.

“Hilangnya kawasan budidaya dan kerawananan pangan, rusaknya ekologi kawasan perdesaan,” lanjut Gunawan.

Kondisi tersebut tidak muncul dengan sendirinya. Alih fungsi lahan selalu diawali dari kondisi dimana hasil produksi pertanian tidak mencukupi kebutuhan hidup petani. Akhirnya berujung dengan dijualnya lahan pertanian tersebut.

Selain itu, menurut Gunawan, alih fungsi lahan juga didorong oleh kebijakan pemerintah yang tidak menjaga kawasan pertanian berkelanjutan.

“Alih fungsi lahan pertanian juga terjadi akibat pemerintah dan pemda tidak berhasil menjaga kawasan pertanian pangan berkelanjutan. Ada pemda yang sudah membuat Perda perlindungan lahan, tapi ada juga yang belum,” jelas Gunawan.

“Secara umum memang terjadi inkonsistensi penetapan ruang atau kawasan. Sehingga terjadi tumpang tindih kawasan,” lanjutnya.

Untuk mengatasi itu, perlu ada komitmen yang serius dari pemerintah untuk melindungi lahan pertanian, baik melalui peraturan dan penegakan aturan.

“Khususnya pemerintah pusat mendorong Pemda yang belum punya Perda perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, perda perlindungan dan pemberdayaan petani serta produk hukum daerah terkait kawasan perdesaan, agar segera menyusunnya,” kata Gunawan.

Selain itu, juga diikuti dengan melaksanakan sepenuhnya peraturan perundang-undanganan terkait perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, perlindungan dan pemberdayaan petani, pangan, desa, perkebunan, sistem budidaya pertanian berkelanjutan; dan tentu saja moratorium sawit.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin