“Hari ini kami sangat kecewa menyampaikan bahwa Anda tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pembela hak asasi manusia. Amnesty International tidak mempunyai alasan untuk tetap mempertahankan status Anda sebagai penerima penghargaan Ambassador of Conscience. Oleh karena itu, dengan sangat sedih kami menariknya dari Anda,” Kumi menambahkan.

Membiarkan Pelanggaran HAM Terjadi Sejak Aung San Suu Kyi menjadi pemimpin de facto pemerintahan sipil Myanmar pada April 2016, pemerintahannya aktif terlibat dalam atau membiarkan terjadinya pelanggaran HAM yang terus berulang.

Amnesty International telah berulang kali mengkritisi kegagalan Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya dalam menentang kejahatan militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine yang telah tinggal dalam sistem segregatif dan diskriminatif, yang setara dengan politik apartheid di Afrika Selatan selama bertahun-tahun.

Pada saat kekejaman terhadap Rohingya berlangsung tahun lalu, militer Myanmar membunuh ribuan, memperkosa wanita dan anak perempuan, menahan dan menyiksa laki-laki dewasa dan anak-anak, serta membakar ratusan rumah dan perkampungan sehingga rata dengan tanah.

Terhitung sebanyak 720.000 warga etnis Rohingya melarikan diri mencari perlindungan ke Bangladesh. Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan agar pemimpin senior militer Myanmar diinvestigasi dan diadili atas kejahatan genosida di negara tersebut.

Walaupun pemerintahan sipil tidak mempunyai kontrol terhadap militer, Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya telah melindungi militer dari pertanggungjawaban mereka dengan cara menutup mata atau membantah tuduhan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer dan menghalangi upaya komunitas internasional untuk menginvestigasi kasus tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid