Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI FPKS Muhammad Nasir Djamil mendesak Bawaslu untuk segera memanggil Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini terkait surat yang beredar di Surabaya.

Tujuannya, untuk menyelesaikan masalah pelanggaran pilkada yang diduga dilakukan Risma secara sengaja.

“Apa benar itu tandatangan Bu Risma? Kan bisa dicek di laboratorium forensik? Apa dipalsukan. Ini penting karena belum pernah terjadi yang begini di Surabaya,” ucapnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (2/12).

Seperti diketahui, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini diduga melakukan sejumlah pelanggaran Pilkada dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya.

Risma diduga membuat sebuah surat berisikan permohonan dukungan kepada Pasangan Calon (Paslon) Eri-Armudji, lantas mengirimkannya kepada warga Surabaya.

“Itu berarti pelanggaran, karena berpihak kepada salah satu paslon secara terang-terangan dan itu bisa kena delik pidana Pemilu. Bukan hanya Pemilu saja, tapi juga delik pidana lainnya,” kata Anggota Komisi II DPR RI FPKS Muhammad Nasir Djamil kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (2/12).

Selain itu, Risma juga diduga menyalahgunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) serta melibatkan aparatur sipil negara (ASN) untuk kepentingan kampanye paslon tertentu.

Dalam pandangan Nasir Djamil, sebagai Wali Kota Surabaya, seharusnya Risma bersikap netral.

Pada bagian lain, Umar Sholahudin, dosen Fisip, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, mengutarakan, dirinya merasa aneh melihat fenomena Pilkada 2020, khususnya dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwali) Surabaya.

Dalam kontestasi pilkada atau pemilihan di Indonesia, menurut Umar, baru kali ini ia menemukan kejadian dimana seorang Wali Kota aktif seperti Risma, berkirim surat ke seluruh warganya untuk memilih salah satu Paslon yang mengikuti Pilkada.

”Ini saya rasa tidak bijak, ini pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif,” tegas Umar di Surabaya, Rabu (2/12).

Dirinya mengecam keras tindakan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

“Demokrasi Surabaya bisa mati kalau penguasa melakukan hal seperti ini,” kecam Umar.

Masyarakat Surabaya, kata Umar, saat ini sudah terbagi.

Ada yang pro Paslon 01 Eri Cahyadi-Armudji, dan ada yang mantab memilih Paslon 02 Machfud Arifin-Mujiaman.

Surat dari Risma itu dinilai akan membuat kristalisasi suka dan tidak suka di tengah masyarakat semakin mengeras.

”Surat itu kesannya pemaksaan kepada yang sudah mantab akan memilih Machfud-Mujiaman (supaya berubah) untuk memilih Eri-Armudji. Saya khawatir, surat itu akan menimbulkan gesekan di tengah masyarakat,” tandasnya.(RRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i