Ilustrasi

Jakarta, Aktual.com – Kegiatan yang biasa dilakukan oleh Umat Islam terutama di kampung-kampung pada malam Jumat yaitu Tahlilan. Di dalam tahlilan tersebut ada sebuah doa yang isinya kita bertawasul kepada Para Nabi dan Para Wali. Lalu bagaimana hukumnya menurut agama Islam? Apakah diperbolehkan atau tidak?

Sayid Abdurrahman Ba’alawi pernah menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul Bughyatul Mustarsyidin tentang kebolehan bertawasul kepada para Nabi dan Wali, sebagai berikut:

قوله (مسألة : ج) التوسل بالأنبياء والأولياء في حياتهم وبعد وفاتهم مباح شرعاً ، كما وردت به السنة الصحيحة، كحديث آدم عليه السلام حين عصى، وحديث من اشتكى عينيه، وأحاديث الشفاعة، والذي تلقيناه عن مشايخنا وهم عن مشايخهم وهلم جرا

“(Satu masalah: Alwi bin Segaf bin Muhammad Al-Ja’fari [Jim]) Tawasul dengan para nabi dan wali saat mereka hidup dan setelah mereka wafat dibolehkan menurut syariat sebagaimana tersebut dalam hadits shahih seperti hadits Nabi Adam AS saat bermaksiat, hadits orang yang mengadukan matanya, hadits syafa‘at, dan segala yang kita terima dari masyayikh kita, mereka dari masyayikh mereka, dan seterusnya.”

Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa semua bentuk tawasul itu boleh dan sudah tetap di pelosok negeri. Merekalah yang menjelaskan kepada kita syariat-syariat islam. Kita akan kenal syariat tanpa keberadaan mereka. Jikalau saja mereka kufur, niscara syariat yang datang kepada kita batal.

Beliau memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa tawasul yang biasa kita baca, hanya berbentuk Majaz. Karena pada hakikatnya meminta hanya kepada Allah SWT.

وقول الشخص المؤمن يا فلان عند وقوعه في شدة داخل في التوسل بالمدعوّ إلى الله تعالى وصرف النداء إليه مجاز لا حقيقة

“Seruan seorang mukmin, ‘Wahai syekh fulan,’ saat terperangkap dalam kesulitan hidup, termasuk tawasul kepada Allah melalui nama wali-Nya yang diseru. Sedangkan pengalihan seruan kepadanya merupakan bentuk majaz dalam berbahasa, bukan secara hakiki,”

Dalam kajian ilmu balaghoh hal tersebut disebut sebagai Majaz dengan alaqah sebab-akibat sebagaimana lazim kita temukan penggunaannya dalam al-Quran dan hadits Nabi SAW.

Walaupun begitu, Sayyid Abdurrahman Ba’alawi tetap membolehkan bertawasul. Beliau tetap menyarankan kepada ulama bertugas untuk membimbing masyarakat terkait kalimat-kalimat yang dapat mencederai keimanan dan tauhid mereka. Ulama wajib mengingatkan, tiada yang dapat memberi manfaat dan mudharat kecuali Allah SWT.

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra