Jakarta, Aktual.co — Depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak pada operasional industri garmen di Jawa Tengah, kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Deddy Mulyadi Ali.

“Dampaknya sangat terasa pada pabrik-pabrik baru, terutama pabrik garmen yang baru berusia dua tahun, banyak yang tutup akibat tidak kuat menghadapi gejolak ekonomi,” tutur Deddy, ditulis Rabu (3/6)

Bahkan, untuk pabrik yang sudah lama beroperasi juga terpaksa melakukan relokasi untuk meminimalisasi ongkos operasional, salah satunya dari sisi upah untuk pekerja. “Biasanya para pengusaha akan mencari daerah yang upah minimum kabupaten/kota masih rendah. Kebanyakan di antara mereka pindah ke daerah pinggiran,” katanya.

Sementara itu, bagi perusahaan-perusahaan yang masih bertahan, menurut dia, saat ini bukan merupakan momentum baik untuk mengembangkan perusahaan. “Dampak positif hanya dirasakan oleh pengekspor yang kebanyakan menggunakan bahan baku lokal,” katanya.

Kalau pengekspor yang menggunakan bahan baku lokal, lanjut dia, sangat diuntungkan dengan kondisi ekonomi saat ini. Akan tetapi, bagi pengekspor yang banyak bergantung pada bahan baku impor, tidak akan terlalu merasakan dampak positif dari pelemahan rupiah ini.

Meski demikian, diakuinya tidak semua negara tujuan ekspor mengalami kondisi ekonomi yang baik sehingga volume permintaan mereka stabil. “Saat ini, negara tujuan ekspor yang ekonominya dalam kondisi baik hanya Amerika Serikat, selebihnya untuk Tiongkok dan India juga sedang mengalami kelesuan ekonomi,” katanya.

Pihaknya berharap agar kondisi ekonomi global makin membaik sehingga volume pengiriman juga mengalami kenaikan. Kenaikan diharapkan seperti tahun-tahun sebelumnya yang biasa terjadi pada bulan Juni–November.

Artikel ini ditulis oleh: