KH. Muhammad Danial Nafis MA [kiri], Syaikh Dr. Abdul Mun'in Maroko [kanan].
KH. Muhammad Danial Nafis MA [kiri], bersama Syaikh Dr. Abdul Mun'in Maroko [kanan].

Jakarta, aktual.com – Pada ujung Hadits keenam dalam kitab Arbain Nawawi, disebutkan tentang pentingnya memiliki hati yang baik, yang bahasa arabnya disebut dengan qalbu.

Qalbu itu ada yang bermakna dzohir yakni jantung, yang merupakan organ terpenting dalam tubuh manusia, ada pula qalbu yang bermakna bathinnya yakni hati sanubari manusia yang menjadi pusat pandangan Allah swt, sebagaimana penjelasan Al-Imam Al-Ghazali ra. dalam kitab Ihyaa’nya.

fokus kita saat ini adalah qalbu secara makna bathin. Karena ia merupakan sasaran pandangan Allah ta’ala terhadap para hambanya sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah saw:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِـنْ يَنْظُرُ إِلَى قُــــلُوبِكُمْ وَأَعْمَــالِكُمْ
Sungguh Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian.” [HR Muslim]

Dan kelak hati ini yang akan kita bawa menghadap Allah Taala pada hari dimana harta dan anak tidak dapat memberi kemanfaatan sebagaimana Firman Allah Taala,

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” [QS Asy-Syuara: 88-89]

Hati akan menjadi baik jika diisi dengan Islam, iman, ma’rifat, yang kesemuanya harus dijaga dengan ilmu. Sedangkan hati akan menjadi rusak jika isinya hanya kufur (seolah ada karunia selain dari Allah), syirik (menyekutukan Allah) dan ingkar terhadap perintah-Nya. Rasulullah saw. Bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ ،

Tidaklah istiqomah iman seorang hamba sampai istiqomah hatinya.” (HR. Imam Ahmad,

Arti istiqamah hati adalah hati yang dipenuhi cinta kepada Allah, cinta taat kepada-Nya dan benci melakukan kemaksiatan, ada beberapa obat yang dapat menjadi hati kita menjadi baik diantaranya adalah:

Pertama, dengan membaca Al Qur’an dan makanya. ingat al-Qur’an itu bukan hanya untuk di baca tapi untuk diamalkan dan di aplikasikan dalam kehidupan kita. dan untuk bisa mengamalkan al-Qur’an kita tentunya harus memahami maknanya. Kedua, mendirikan shalat malam (qiyamullail). Ketiga, memperbanyak dzikir baik pagi maupun petang. Keempat, memperbanyak berpuasa disamping puasa wajib ditambah dengan puasa sunnah baik senin kamis ataupun puasa sunnah lainnya seperti biasa dilakukan ikhwah ahlu Zawiyah yakni puasa sunnah Ayyamul bidh . Kelima, berkumpul dengan orang-orang sholeh. Keenam, menjaga asupan dan kualitas makanan, Karena salah satu penyebab gelapnya hati adalah makanan, selain menutrisi tubuh, makanan juga menutrisi hati. ketujuh, dengan mengamalkan ilmu dzahir (Syariat) maupun bathin (hakikat) untuk mengikat semuanya.

Seseorang saat hatinya telah rusak, perilakunya akan lebih sesat daripada hewan. Hewan mengerti dan akan menghindar jika melihat api, perangkap atau hewan lain yang lebih besar. Namun manusia dengan bodohnya menabrak pembatas, menerobos larangan, melakukan sesuatu yang jelas-jelas haram, karena hati, penglihatan, pendengaran dan pengetahuannya tidak digunakan dengan semestinya. Perhatikanlah firman Allah Taala ;

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَا ۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَا ۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ ﴿الأعراف : ۱۷۹﴾

” Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf 179)

Hati akan hidup jika ada iman, namun kadar hidupnya hati tergantung kualitas iman kita. Itulah mengapa kita di Zawiyah memperbanyak dzikir “Allah Hayyun, Allah Qayyum” (yang Maha Hidup dan Dihidupkan) agar Allah izinkan hati kita selalu hidup dan mandiri / independen tidak bergantung pada selain-Nya. Mengenai hati sebagai sumber terhimpunnya ilmu, terdapat perbedaan pendapat dari dua imam. Menurut imam Syafi’i, ilmu manusia bersumber dan terhimpun dalam hati. Sedangkan menurut imam Hanafi ilmu bersumber dan terhimpun dalam akal.

Salah satu tanda keimanan seseorang dan sehatnya hati adalah bergetarnya hati kita saat menyebut nama Allah dan bertambahnya keimanan saat dibacakan ayat suci Al Qur’an. kita berdoa “Ya Allah jadikanlah hatiku ini, hati yang selamat”. Namun kenapa hati kita tidak bisa tergerak walaupun sudah berdzikir ribuan kali? Mungkin ada hal syubhat yang pernah kita konsumsi. Jadi perlu sekali kita memiliki sifat wara’, yaitu menjaga dari yang syubhat serta membatasi dari yang halal dan mubah. Wara’ ahli thoriqah berbeda dengan wara’nya orang awam, yaitu saat dihatinya tidak ada selain Allah itulah hakikat wara’, sehingga ia kelak datang kepada Allah dengan hati yang selamat.

Seperti yang telah dibahas pada kajian sebelumnya, menurut para ulama tasawuf, sesuatu dapat dihukumi syubhat bukan hanya dilihat dari bentuk dan prosesnya, tetapi juga sisi keberkahannya. Maka penting bagi kita memiliki sikap wara’, yaitu menjauhi yang syubhat dan membatasi dari yang halal, karena banyak sekali hal syubhat di sekeliling kita.

Tanya jawab

  1. Perbedaan shalat istikharah dan shalat hajat, dan bagaimana cara mengetahui hasil istikharah?

Kita dianjurkan melakukan sholat istikharah dan shalat hajat mutlak setiap hari. Sehingga hidup kita selalu serahkan dalam iraadatillah (kehendak Allah) dan pilihan-Nya. bukan karena kehendak atau pilihan kita, kita sandarkan setiap keinginan dan kehendak kita hanya dalam naungan Allah, adapun shalat Hajat, ia dilakukan karena kita berhajat kepada Allah, karena kita sangat butuh kepada Allah, tidak hanya pada suatu keadaan saja tapi setiap waktu, setiap detik bahkan setiap tarikan nafas kita sangatlah butuh kepada Allah swt.

Istikharah adalah memohon kepada Allah agar dipilihkan oleh Allah swt. dan jawaban dari istikharah itu tidak harus lewat mimpi saja tapi bisa berupa kecondongan dan ketenangan hati untuk memilih dalam suatu permasalahan. Namun pada saat istikharah jangan memaksakan kehendak. Pasrah, tanpa motif atau kecenderungan pada pilihan tertentu. kosongkan diri, agar diberi kekuatan hati untuk memilih. Jika kita memiliki kecondongan pada suatu perkara atau suatu kebutuhan yang mendesak, lebih tepat melakukan sholat hajat, bukan istikharah.

  1. Apa tanda keberkahan?

Berkah artinya ketercukupan dan kebermanfaatan yang dijamin Allah. Keberkahan itu memiliki 4 tanda :

– Pertama, sesuatu yang secara matematis, akal, tidak mencukupi, namun dengan izin Allah bisa cukup. Sebagai contoh, seorang kepala keluarga berpenghasilan 1 juta perbulan, namun setiap hari makan tidak pernah kekurangan, pun anaknya bisa lulus kuliah. Sedangkan banyak kita lihat, orang orang dengan penghasilan puluhan juta perbulan namun tidak pernah merasa cukup.

– Kedua, ada kebermanfaatan untuk oranglain, baik umur, ilmu, waktu, dan hal lainnya.

– Ketiga, tidak menimbulkan konflik. Sesuatu yang kita dapat atau miliki sifatnya terus tumbuh dan berkembang menjadi banyak. Bukan malah menyusut dan habis bahkan menjadi sebab konflik seperti perebutan harta warisan yang tidak sesuai hukum syar’ie dan sebagainya.

– Keempat, membawa ketenangan. Rumah yang berkah adalah rumah yang nyaman, tenang, dan nikmat untuk tempat beribadah. Banyak rumah yang meskipun besar, namun tidak ada ketenangan dari hati setiap penghuninya.

  1. Meninggalkan dzikir thariqah?

Sebelum berthoriqoh, Sholawat, istighfar dan tahlil hukumnya Sunnah. Namun jika kita sudah berthoriqah, sudah dibaiat, maka hukumnya menjadi wajib karena menjadi wirid asasi yang harus diamalkan. jika lupa, atau ada hal mendesak, harus tetap diqadha. Jadi kita berthoriqoh itu adalah upaya kita menghidupkan sunnah (ihyaa’us sunnah). Dan juga merupakan upaya menjernihkan hati dan menjaganya dari kelalaian dengan mendawamkan dzikir. Lalu bagaimana jika merasa sudah tidak kuat berthoriqah karena berat dengan wirid-wirid yang harus dijalankan ? Yang harus dilakukan adalah berpuasa 3 hari (puasa nadzar karena membatalkan janji) lalu pamit kepada mursyid. Dan ia masih tetap bisa menghadiri majlis yang diampu oleh mursyid tersebut.

Wallahu a’lam

RESUME KAJIAN DHUHA KITAB ARBAIN NAWAWI BERSAMA KH. MUHAMMAD DANIAL NAFIS Hafizhahullah, (Via zoom Cloud Meeting 06.37 – 08.20 WIB Sabtu 10 Sya’ban 1441 / 4 April 2020)

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eko Priyanto