KH. Muhammad Danial Nafis

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ.

(رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، وَقاَلَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ).

Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu’.”

(HR. Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Keutamaan Perawi

Saat kecil, Sayyidina Hasan ra dipanggil Rayhan (semerbak wewangian), untuk usia dibawah 7 tahun. Dalam tradisi arab anak dibawah 7 tahun biasa dipanggil rayhaan (rezeqi) kalau sudah di atas 7 tahun di juluki Wazir (yang membantu kedua orang tua). Beliau lahir tahun 3H, selisih satu tahun dengan adiknya, keduanya diberi nama oleh Rasulullah saw.

Dan nama Hasan-Husain itu belum pernah ada sebelum mereka seseorang yang diberi nama itu. diantara doa Rasulullah saw. Untuk kedua cucunya : “Yaa Allah, aku sungguh telah mencintai cucuku, maka cintailah juga cucu-cucuku”.

Sayyidina Hasan ra. lebih mirip dengan Rasulullah saw. daripada ayahnya, Ali bin Abi Thalib ra. Beliau menjadi Khalifah kelima selama enam bulan setelah mangkatnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Sampai beliau menyerahkan kedudukannya kepada Sahabat Muawiyah ra. dan mengakhiri perang saudara.

Saat itulah Sayyidina Hasan ra. diangkat menjadi wali qutb pertama (awwalul aqtaab). Beliau merupakan leluhur sebagian wali qutb seperti Syekh Abu Hasan Syadzili ra. yang merupakan keturunannya dari Isa bin Muhammad bin Hasan bin Ali. Juga Syekh Abdul Qadir Jaelani qs. yang merupakan keturunannya dari Abdullah bin Hasan bin Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhum ajma’iin.

Faedah, Tanbih & Hikmah Hadits

Penyakit keragu-raguan atau syak wasangka, sering merasa ragu dalam suatu hal merupakan salah satu penyakit hati yang harus diobati. karena keragu-raguan ini dapat mengundang penyakit was-was yang membuat seseorang akan mengulang-ngulang suatu tindakan atau bahkan meninggalkannya.

Contohnya merasa dalam membasuh anggota wudhu tertentu belum sempurna atau ketika takbirotul ihram harus mengulang berkali-kali karena was-was dll. Ini tidak baik dan harus disembuhkan dengan kuatnya keyakinan.

Keraguan hanya dapat disembuhkan dengan keyakinan. Inilah yang dimaksud hadits Rasulullah saw. diatas secara makna dzohir. sebagaimana tertuang dalam kaidah fiqih:

اليقين لا يزول بالشك

Sesuatu yang meyakinkan tidak dapat hilang hanya dengan keraguan

Jadi, tinggalkanlah sesuatu yang membuat dalam hati kita timbul keragu-raguan dan ambillah yang dapat menimbulkan keyakinan (kemantapan hati). Karena keraguan dan kegelisahan hati itu berkaitan dan seringkali muncul dari hati yang keruh, niat yang tidak tulus dan adanya dusta dalam suatu hal atau perbuatan kita.

Sedangkan kebaikan dan kejujuran itu selalu mendatangkan ketenangan jiwa dan kemantapan hati. dalam riwayat lain redaksi hadits diatas disebutkan;

دع ما يريبك إلى ما لا يريبك ، فإن الصدق طمأنينة ، وإن الكذب ريبة

(رواه أحمد)

Tinggalkan dan beralihlah dari sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu lain yang tidak meragukanmu. Sungguh kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedang dusta menggelisahkannya” (HR Ahmad).

Disebutkan juga dalam riwayat lain;

فَإِنَّ الخَيْرَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الشَّرَّ رِيْبَةٌ

Kebaikan selalu mendatangkan ketenangan, sedangkan kejelekan selalu mendatangkan kegelisahan.” (HR. Al-Hakim)

Termasuk dalam hal ini meninggalkan yang syubhat, karena sesuatu itu dihukumi syubhat sebab ada keraguan didalamnya antara halal ataukah haram. Sebagaimana telah dijelaskan pada hadits-hadits sebelumnya. Bahkan para salafus shaleh sampai membatasi yang halal dan mubah (memilih sifat wara’) agar betul-betul selamat dari keragu-raguan.

Adapun keraguan secara batin, ahli dzikir umumnya memiliki self alert, alarm tersendiri saat menghadapi suatu keadaan atau sebuah permasalahan. Saat dirasa ada suatu keburukan dalam sebuah perkara, saat lingkungan atau teman bicara kita memiliki maksud tidak baik dan lain sebagainya.

Maka diri kita sudah memiliki isyarat untuk hati-hati, namun harus tetap mengedepankan husnudzon. Sehingga tidak terjebak dalam menghakimi seseorang. Maka untuk berjaga-jaga, kita perlu mencari tahu trackrecord teman bicara kita, apalagi rekan bisnis yang baru kita kenal. Ini juga bentuk upaya kita untuk meninggalkan keragu-raguan dan memilih kemantapan hati (keyakinan). Jika memang masih ragu, bisa melakukan istikhoroh.

Karena mengambil keputusan itu harus yakin, dengan hati yang mantap dan tidak terburu-buru, serta penuh dengan tanggung jawab. Dan keragu-raguan harus kita tinggalkan. Apalagi keraguan kepada Allah swt. ragu kepada keberadaan-Nya, ragu kepada janji-Nya. merupakan penyakit batin yang dapat menghantarkan seseorang kepada kekufuran. Na’udzubillahi min dzalik.

Nasihat untuk yang masih belum menikah

Cinta dan keberkahan itu ada dalam pernikahan. Menikah itu karena cinta atau karena iman? Justru Cinta adalah maqam tertinggi dalam iman. Maka mencintailah karena Allah, dikatakan beriman saat kita mencintai, membenci dan marah karena Allah SWT. Sabda Rasulullah saw. ;

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ

Artinya: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi pun karena Allah, maka sungguh telah sempurna imannya.”
(HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Menandakan keimanan saat seseorang menikah karena cinta. Mencintai pasangan karena Allah, agar terhindar dari perbuatan zina, agar makin mendekat kepada Allah, memberi ketenangan hati dan turunnya rahmat.

Seorang ahli sufi berkata, bagaimana engkau dapat mencintai Allah jika tidak pernah merasakan mencintai makhluk-Nya. Dalam cinta yang hakiki, disitu ada iman. Keduanya satu makna, namun banyaknya definisi membuat seolah-olah cinta dan iman berada pada bilik yang berbeda. Perlu diingat, iman sejati tidak akan datang tanpa cinta. Yakinlah Allah akan memberi keberkahan setelah menikah.

Untuk yang sudah menikah, harus ridha akan ketetapan Allah. Pasangan ini adalah pemberian Allah yang terbaik. Jika kita memiliki masalalu tak apa, namun jangan lagi mengingat yang telah berlalu. Perceraian ada karena sering kita tidak ridha dengan pasangan.

Tidak mengingat kebaikan dan pengorbanan pasangan. Saat marah seolah pasangan kita dipenuhi keburukan yang baru saja dia lakukan. seorang suami kalau sedang marah coba bayangkan bagaimana perjuangan istri ketika mengandung dan melahirkan anak-anak kita.

Seorang istri juga sebaliknya, jika sedang marah pada suami coba bayangkan bagaimana perjuangan suami ketika mencari nafkah dan mendidik anak-anak. Insyaa Allah amarahnya akan cepat padam.

Wallahu A’lam bisshawaab

RESUME KAJIAN DHUHA KITAB ARBAIN NAWAWI BERSAMA KH. MUHAMMAD DANIAL NAFIS Hafizhahullah

(Via zoom Cloud Meeting 06.35 – 08.30 WIB Kamis 15 Sya’ban 1441 / 9 April 2020)