عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ جُنْدُبِ بنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ) رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. Tirmidzi, ia mengatakan haditsnya itu hasan dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan shahih)
Keutamaan Perawi
Dzar artinya semut kecil. Jundub bin Junadah ra. disebut demikian karena pernah menimbang roti dan ada semut kecil di dalamnya. Setelah itu beliau tidak mau berjualan roti lagi karena beliau beranggapan mungkin di dunia semut sekecil itu tidak berpengaruh apapun, namun di akhirat pasti akan dimintai pertanggungjawaban.
Beliau termasuk assabiqunal awwalun, Abu Dzar Al-Ghifari ra. meriwayatkan kurang lebih 280-an hadits. Seperti sahabat lain yang terkenal dengan kezuhudannya, beliau pernah diberi hadiah 1.000 Dinar namun belum sampai malam, uang tersebut sudah habis dibagikan kepada para sahabat yang lain, karena prinsipnya hidup hanya untuk hari ini. Besok sudah dijamin oleh Allah. Kita masih jauh dari prinsip hidup dan keyakinan seperti beliau ini. MasyaaAllah.
Sahabat Mu’adz bin Jabal ra. masuk Islam saat usia 18 tahun. Merupakan salah satu pembuka pintu Islam di Yaman. Dia sahabat penghafal Al-Quran yang sangat dicintai Rasulullah saw.
Ada satu hadits Musalsal yang masyhur dengan sebutan hadits Musalsal bil Mahabbah dari riwayat beliau yang kita terima dari para masyayikh kita berisi tentang ungkapan cinta dan wasiat Rasulullah saw. Kepada beliau;
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ: يَا مُعَاذُ ! وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ : أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Artinya: “Dari Muadz bin Jabal radliyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambil tangannya, lalu bersabda, ’Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu.’ Setelah mengatakan demikian, Rasulullah bersabda kembali, ‘Aku berpesan kepadamu, wahai Muadz: Jangan sampai kamu meninggalkan setiap selesai melaksanakan shalat supaya membaca: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ (Allâhumma aínnî ‘alâ dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibâdatik – ‘Ya Allah, semoga Engkau memberi pertolongan kepada kami untuk bisa selalu ingat (dzikir) kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu’.)”
(HR.Abȗ Dâwud)
Faedah, Tanbih dan Hikmah Hadits
Takwa adalah ungkapan yang mengandung makna melaksanakan perintah Allah Swt. dan menghindarkan larangan-larangan-Nya.
Imam Ghazali berkata : “kata Taqwa didalam al-Quran memiliki 3 makna, yaitu: mempunyai arti rasa takut dan segan (haibah), mempunyai arti ketaatan dan ibadah, dan mempunyai arti membersihkan hati dari dosa-dosa.”
Dan jalan keluar dari segala problematika dan terlepas dari keprihatinan hidup ini hanyalah ada pada perwujudan takwa kepada Allah –subhanahu wa ta’ala– dalam kesendirian dan keramaian, serta kembali dengan bertobat kepadaNya siang dan malam, mengagungkanNya sepenuh hati, dan bersimpuh kepadaNya di kala senang dan susah. Khususnya di masa-masa wabah dan krisis seperti sekarang ini. Firman Allah ta’ala :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
[الطلاق/2-3]
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, pastilah Allah menyiapkan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki yang tidak terduga. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia mencukupinya”. (Qs At-Thalaq:2-3)
Firman Allah:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
[ الطلق4]
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan urusannya mudah“. (Qs At-Thalaq: 4)
Bertakwalah pada Allah SWT dimanapun berada, selalu merasa diawasi. Namun harusnya kita bukan hanya merasa diawasi, tapi juga dicintai Allah, sehingga kita merasa wajib untuk membalas cinta-Nya. Mereka yang paling mulia disisi Allah adalah orang-orang yang bertakwa.
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menyebut dan memerintahkan agar kita bertakwa. Juga beberapa ayat yang menjelaskan bahwa inti ketakwaan itu sebenarnya ada di dalam hati. Takwa pada awalnya adalah rasa takut sehingga kita melaksanakan ketaatan.
Namun pada tingkatan yang lebih dalam lagi ketakwaan itu lebih didominasi oleh rasa cinta. Dan semakin kuat ketaatan lahiriah dan batiniah itu seiring proses mujahadah dan ma’rifat kita kepada Allah. Jadi takwa itu bukan hanya ketaatan fisik saja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التقوى ههنا. ويشير إلى صدره ثلاث مرات.
“Takwa itu (terletak) di sini”, dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali (HR. Muslim)
Orang yang bertakwa pasti beriman. Karena takwa merupakan pakaian dari keimanan sebagaimana disebutkan dalam hadits. Dan puncak ketakwaan adalah ketulusan seorang hamba demi mencintai Allah. Bukan karena takut atau mengharap surganya. Maka tingkatan takwa ada tiga, yaitu Khauf (takut), hubb (cinta) dan fana’ (lebur tak tersisa). yang ada hanya keindahan, keagungan dan kesempurnaan Allah saja.
Hidayah (petunjuk) pun bermula dari ketakwaan lahiriah dan berakhir dengan ketakwaan batiniah. Tak ada balasan kecuali dengan takwa dan tak ada hidayah kecuali bagi orang-orang bertakwa. Proses ketakwaan itu juga tergambar Dalam hizb Nawawi yang biasa kita baca setiap pagi, disana terdapat kalimat:
بالله من الله الي الله علي الله في الله
Yang menunjukan bahwa tidaklah akan terbentang perjalanan ketakwaan kita itu kecuali dengan kekuatan dan pertolongan Allah, Segalanya dari Allah, menuju hanya kepada Allah, atas nazhroh pengawasan dan perhatian Allah dan dalam naungan kelembutan dan kasih sayang Allah swt. semata.
Di sini penting kesadaran sebagai pondasi ketakwaan. Kesadaran hanya bisa diraih dengan melanggengkan dzikir. Agar dapat merasakan Kebersamaan dan Kehadiran Allah di dalam qalbu sehingga menjelma dalam diri kita hakikat Kehambaan.
Imam Syadzili ra. memberikan nasihat diantara kita untuk meningkatkan ketakwaan yaitu dengan memperbanyak membaca hamdalah, istighfar, dan hauqolah. Karena kita tidak luput dari kesalahan. Banyak nikmat Allah yang mesti kita syukuri baik dengan lisan, perbuatan maupun hati. Juga, tidaklah kita memiliki daya untuk berpindah dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain, dan tiada kekuatan untuk mengerjakan perintah kecuali dengan pertolongan, taufik dan petunjuk Allah Azza wa Jalla.
Untaian dzikir-dzikir itu akan menjadi suatu ungkapan hati yang merendah dan pasrah kepada Allah swt. seperti apa yang diajarkan dan dipesankan oleh Nabi saw. kepada sejumlah sahabat, Beliau memberi petunjuk kepada Abu Musa Al-Asy’ari dalam sabdanya:
قُلْ: لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الجَنَّةِ
(رواه البخاري ومسلم)
“Katakanlah selalu,La haula Wa La Quwwata Illa Billah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah, sebab ini merupakan kekayaan surga)”.
HR Bukhari Muslim.
Abu Dzar –radhiyallahu anhu– bercerita:
أوْصَانِى حَبِيْبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لَا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إِلّا بِاللهِ
“Aku pernah dipesan oleh kekasihku –shallallahu alaihi wa sallam- agar memperbanyak mengucapkan, La haula Wa La Quwwata Illa Billah”
Banyak cerita orang sholeh yang berusaha membuktikan kalimat hauqolah ini. Salah satunya kisah seorang salaf yang membuang 1.000 Dinar di tengah laut dan meyakini Allah akan menggantinya. Dan benar saja, Allah menggantinya 4.000 Dinar dengan cara dan jalan lain di ketika ia di daratan. Subhanallah.
Tamballah keburukan-keburukan di masa lalu dengan melaksanakan kebajikan-kebajikan di masa sekarang, dan bergaul dengan sesama manusia dengan budi pekerti yang baik dan hati yang tulus. Tanpa saling iri dengki dan saling menjatuhkan satu sama lain.
Rahmat Allah itu luas. Dia memberikan kenikmatan-kenikmatan yang bermacam-macam baik lahir maupun batin kepada tiap hamba-hambaNya. Jadi jangan berputus asa dari rahmat Allah. Dan diantara cara untuk mengundang turunnya rahmat Allah adalah dengan banyak melaksanakan amalan-amalan Sunnah.
Dalam ikhtiar ada kepasrahan, pasrah dulu kepada Allah baru ikhtiar sekuat tenaga. Bagi seorang pedagang yang sering berurusan dengan timbangan. Ikhtiar untuk menghilangkan kekhawatiran kurangnya timbangan bisa dilakukan dengan melebihkannya, pun diniatakan sebagai hadiah untuk pembeli.
Wasiat doa pelunas utang dari Rasulullah saw. Doa yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Siti Aisyah r.a. dimana do’a ini telah diajarkan oleh Nabi ‘Isa a.s. kepada murid-muridnya (kaum Hawariyyin). Doa ini juga dikutip Sayyid Abdullah bin Shiddiq al-Ghumari ra. Dalam hizb Fath Shiddiqiy yang sering dibaca di Zawiyah. Apabila dawamkan niscaya Allah swt. akan melunaskan utang-utang kita kendati sebesar gunung emas, yaitu :
اَلّٰلهُمَّ فَارِجَ الْهَمِّ وَ كَاشِفَ الْغَمِّ وَ مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّيْنَ ، رَحْمٰنَ الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ وَ رَحِيْمَهُمَا، أَنْتَ تَرْحَمُهُمَافَارْحَمْنِيْ بِرَحْمَةٍ تُغْنِيْنِيْ بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ
“Ya Allah, Dzat yang dapat melepaskan duka dan menghilangkan kebingungan serta Yang mengabulkan do’a orang-orang yang terdesak. Duhai Dzat Yang Maha Merngasihi dan Maha Menyayangi (hamba-hamba-Nya) di dunia dan akherat.Engkaulah yang mengasihi kami, maka kasihilah daku dengan suatu rahmat yang mencukupkan daku dari kasih sayang selain-Mu.”
(HR. Al-Hakim)
Tiga sifat Allah yang perlu dipahami dan harus kita kenali. Jamal (keindahan). Jalal (keagungan) dan Kamal (kesempurnaan). Allah mengumpulkan kita bersama orang yang mencintai-Nya. Mencintai Allah diawali dengan dicintai-Nya. Bersabarlah dalam ketaatan dalam meraih cinta-Nya.
“Wahai Dzat yang memiliki kesabaran, jadikanlah kami menjadi hamba yang sabar dalam segala hal”. Aamiin
Wallahu A’lam bisshawaab
RESUME KAJIAN DHUHA KITAB ARBAIN NAWAWI BERSAMA KH. MUHAMMAD DANIAL NAFIS Hafizhahullah
(Via zoom Cloud Meeting 06.45 – 08.45 WIB Jumat 23 Sya’ban 1441 / Kamis, 16 April 2020)