Matan Hadits
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ جُرثُومِ بْنِ نَاشِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ قَالَ: «إِنَّ اللهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلَا تَعْتَدُوهَا وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا» حِدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُ.
Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyanni Jurtsum bin Nasyir radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban maka janganlah engkau menyepelekannya, dan Dia telah menentukan batasan-batasan maka janganlah engkau melanggarnya, dan Dia telah pula mengharamkan beberapa hal maka janganlah engkau jatuh ke dalamnya. Dia juga mendiamkan beberapa hal–karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa–, maka janganlah engkau membahasnya.” (Hadits hasan, HR. Ad-Daruquthni no. 4316 dan selainnya)
Faedah, Tanbih dan Hikmah Hadits
Jurtsum bin Nasyir ra. adalah salah satu pembesar sahabat yang mengikuti Baiatur Ridwan. Beliau meriwayatkan 40 hadits dan meninggal di negeri Syam dalam keadaan sujud, sebagaimana doa yang selalu dipanjatkannya. “Ya Allah, Jangan matikan aku seperti orang-orang kafir yang dicabik-cabik”. Dan Allah pun mengabulkan doanya. Ia meninggal dalam keadaan bersujud dalam kamar khalwahnya, tidak ada yang tau sampai putrinya dimimpikan bahwa ayahnya telah wafat.
Kewajiban itu ada dua, fardhu ‘ain yang didalamnya berupa rukun Islam yang lima, dan fardhu kifayah seperti mengurus mayat, menjawab salam, amar maruf nahi munkar, dll.
Jangan sampai kita menunda kewajiban. Dalam perjalanan mi’raj, Rasulullah saw diperlihatkan seseorang yang dipukul Kepalanya sampai hancur karena lalai, kepalanya tidak pernah diajak sujud.
Tidak mengerjakan sholat juga sama saja dengan menyalahi tata aturan dan sistem alam semesta yang semuanya bertasbih kepada Allah. Itu disebabkan dirinya tidak sadar bahwa hamba harusnya tunduk pada Allah swt.
Iblis Laknatullah saja tunduk pada Allah, ia tidak tunduk pada Adam karena sombong yang disebabkan kejahilan atau kebodohan. Iblis bodoh karena tidak sadar bahwa dia itu makhluk yang harus selalu menjalankan perintah Allah. Ini menjadi ‘ibrah bagi kita agar
senantiasa patuh dan taat pada perintah Allah swt apakah kita tahu ataupun pun tidak tahu hakikatnya. karena nanti Allah yang akan memberi ilmu pada kita sambil jalan.
Batasan Allah, maksudnya adalah perilaku yang tidak diridhoi Allah. Parameternya adalah syariat. Sedangkan maksiat adalah segala sesuatu yang melalaikan dari Allah. Kita bisa maksiat dan melampaui batas karena tidak sadar peran kita sebagai hamba. Kita pun harus sadar posisi kita dalam kehidupan sehari-hari, sebagi anak, sebagai menantu, sebagi istri, sebagai pimpinan sebuah perusahaan.
Orang tidak sadar itu disebabkan oleh dua hal, pertama bodoh atau jahil. Sehingga dipengaruhi dan dikuasai nafsu karena memang tidak ada ilmu. Yang kedua gila atau hilang kesadaran. ada ilmunya namun tetap maksiat. Na’udzubillah
Semua hal adalah ujian yang harus dihadapi dengan sabar dan syukur. kita harus selalu bersabar dan bersyukur sampai akhirnya hanya ada rasa syukur dalam diri kita setiap kita menghadapi suatu masalah.
Allah telah mengharamkan suatu hal, seperti durhaka, memakan harta riba, memakan harta anak yatim. Maka janganlah melampaui batasan. Esensi keharaman ini sebenarnya untuk menjaga kehormatan dan eksistensi manusia.
Allah Telah memudahkan beberapa hal sebagai bentuk rahmat, sehingga kita bisa menyelesaikannya dalam permusyawarahan. Mubah bukan karena Allah tidak tahu atau lupa, tapi memang mubah diberikan untuk mempermudah manusia.
Jangan mencari-cari hukum yang sudah jelas halal haramnya. Jangan bertanya sesuatu yang tidak dihalalkan dan diharamkan, pun jangan mempertanyakan sesuatu yang telah ditetapkan Allah. Jangan bertanya sesuatu, yang karena hal tersebut membuatnya menjadi haram. jangan memberatkan agama karena sebenarnya agama itu tidak berat, hanya saja pertanyaan kita yang seringkali terlalu mempersulit keadaan sehingga menjadikan ibadah dan beragama terasa berat. Jangan terjebak dalam perdebatan suatu hukum yang sudah jelas halal- haramnya. celakalah orang-orang yang membahas sesuatu yang tidak ada faedahnya.
Tanda bagusnya muslim adalah meninggalkan yang tidak berfaedah, berpikir sebelum berucap, dan tidak mempertanyakan ketetapan Allah, karena hal ini akan menjadikan tergelincirnya kita ke dalam keharaman.
Salah satu contoh dari mempertanyakan ketetapan Allah swt adalah “miras dan judi itu haram atau enggak sih?”. Padahal sudah jelas disebutkan dalam Alquran bahwa kedua hal tersebut adalah haram, namun banyak sekali pengkajian ulang untuk membolehkah yang haram dengan alasan demi kemaslahatan rakyat dan untuk income negara. Lokalisasi tempat maksiat karena cukai yang dihasilkan cukup tinggi. Yang haram tetaplah haram. Ketika kas negara bercampur dari yang haram, syubhat dan yang halal tentunya APBN kita menjadi tidak jelas. Dan mendiamkan hal terdebut adalah bentuk persetujuan, sehingga ulama-ulama harus berani untuk berbicara.
Segala sesuatu ada porsinya. Berlebihan dalam yang mubah bisa menjadikannya makruh bahkan haram. Seperti saat sakit dan memiliki pantangan yang membahayakan diri, contohnya makan jeroan satu kilo padahal sedang sakit asam urat.
Waktu Shalat Dhuhur jam 12.00 sampai 15.00 misalnya. Lalu sholatnya jam 14.50, ini namanya lalai, mengakhirkan waktu. Menyia-nyiakan waktu dan mengutamakan kepentingan dunia
tidak efisien, meremehkan sholat padahal tidak ada udzur syar’i.
Sebaiknya menghindari makanan yang sumbernya syubhat, jauhi lingkungan dan orang-orang yang berkecimpung di dalam kesyubhatan. Karena syubhat, sebentar lagi akan tergelincir pada keharaman. Allah akan memandang kita saat kita berkumpul dengan orang-orang baik. Kecuali kalau kita niat berdakwah pada orang-orang tersebut, tapi harusnya bukan kita yang makan dari mereka, tapi kita yang mentraktir mereka lalu mengajak mereka beribadah.
Jangan lupa untuk tetap meminta fatwa pada diri kita. “Saya pantes nggak melakukan ini?”. Renungi dan fikiran baik-baik setiap perbuatanmu. sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits,
تفكر ساعة خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سبعين سَنَةً
“Tafakkur sesaat lebih baik daripada ibadah 70 tahun.”
Kita harus selalu mensyukuri nikmat yang diberikan Allah, kita bisa mengaji, membaca Al Quran dan membaca Hadits adalah nikmat yang sangat besar. Syukuri karena masih diberi kesempatan untuk beribadah. Belajarlah Menghargai waktu, menghargai momentum dan pertemuan bersama saudara seiman dan teman dalam kebaikan. Siapa yang tau? Bisa jadi ini adalah kajian terakhir yang kita ikuti.
Wallahu A’lam bisshawaab
Resume Kajian Dhuha Kitab Arbain Nawawi Bersama KH. Muhammad Danial Nafis Hafizhahullah
(Via zoom Cloud Meeting 05. 30- 07.00 WIB Rabu 13 Ramadhan 1441 / 6 Mei 2020)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin