Malang,Aktual.com – Tingkat Kemacetan di Kota Malang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tajam. Jumlah kendaraan bermotor di Kota Malang yang terus tumbuh setiap tahunnya, tidak diimbangi dengan penambahan jalan baru atau pelebaran jalan.

Dampaknya, mudah dijumpai kemacetan lalu lintas di berbagai titik di Kota Malang.

Pemerintah Kota Malang, mengajukan beberapa solusi guna mengurai masalah lalu lintas yang cukup meresahkan publik tersebut, mulai rekayasa lalu lintas hingga menggagas pembangunan jemabatan bawah tanah atau yang lazim dikenal dengan sebutan underpass.

Bahkan, Untuk rencana pembangunan underpass, sudah dua kali ditawarkan Pemkot sebagai solusi atasi kemacetan. Pertama, pemkot pernah merencanakan membangun underpass di Jalan A Yani–Jalan S Parman di pertengahan 2014 silam. Rencana ini mendapat penolakan dari berbagai pihak termasuk legislatif.

Kedua, pemkot kembali merencakan pembangunan underpass bagi pejalan kaki di Stasiun Kota Baru yang terhubung ke Taman Trunojoyo. Rencana ini pun kembali mendapat kritik tajam dari legislatif.

Entah apa rencana pemkot dengan terus menerus merencanakan proyek besar seperti pembangunan underpass ini. Padahal, masih ada solusi lain untuk mengurai masalah kemacetan tersebut.

Berbagai potensi kemacetan lalu lintas di Kota Malang itu bisa ditekan dengan sejumlah kebijakan. Sehingga, rencana pembangunan underpass itu tak perlu dilakukan.

Apalagi, anggaran yang diusulkan oleh Pemkot Malang untuk pembangunan underpass di Stasiun Kota Baru-Trunojoyo itu terbilang sangat besar, senilai Rp100 miliar.

Menanggapi rencana program ini, para wakil rakyat menilai pembangunan dengan anggaran sebesar itu tak perlu dilakukan. Pasalnya, lebih baik dana sebesar itu dialokasikan untuk sarana infrastruktur di kawasan pinggiran kota. Selain untuk pemerataan pembangunan, kebijakan itu bisa turut mengurai masalah kemacetan.

Ketua DPRD Kota Malang, Arif Wicaksono mengatakan masih banyak program yang harus diprioritaskan daripada membangun underpass, seperti membangun atau memperlebar jalan – jalan kecil di pinggiran kota untuk mengurai kemacetan.

“Pembangunan underpass saya rasa belum masuk skala prioritas, masih banyak program lain untuk pembangunan infrastruktur yang lebih mendesak dikerjakan,” kata Arif Wicaksono, di Malang, Jawa Timur, Jumat (3/7).

Menurutnya, kawasan sekitar Stasiun Kota Baru bukan termasuk salah satu titik macet utama di Kota Malang. Potensi kemacetan di sekitar stasiun masih bisa ditekan dengan sejumlah cara, mulai dari penertiban parkir di kawasan itu hingga penertiban angkutan kota yang banyak mangkal di sekitar stasiun hingga perlu adanya rekayasa lalu lintas.

Lebih lanjut, Arif menegaskan, dewan lebih tertarik jika pemkot kembali melanjutkan gagasan membangun jalan tembus di Tunggul Wulung – Tlogomas. Rencana ini pernah dilontarkan pada 2009 silam dan pernah dilakukan kajian akademis. Tapi kemudian tidak ada kelanjutannya. Gagasan ini kembali muncul pada 2014 lalu. Namun lagi – lagi tidak ada kejelasannya.

“Kenapa rencana itu tidak direalisasikan, padahal bisa mengurai salah satu titik utama kemacetan di Kota Malang. Anggaran pembangunan underpass yang diusulkan mencapai ratusan miliar, kenapa tidak diusulkan untuk membenahi jalan sebagai salah satu solusi kemacetan,” tandas Arif.

Politisi PDI Perjuangan itu mengungkapkan alasan membangun underpass untuk mengurai kemacetan di sekitar stasiun dinilai kurang tepat. Sebab, kepadatan arus lalu lintas di sekitar stasiun biasanya hanya terjadi saat kedatangan penumpang kereta api saja.

Selebihnya, arus lalu lintas relatif lancar. Karena itu pembangunan underpass belum dibutuhkan. Potensi kemacetan di sekitar stasiun masih bisa ditekan dengan sejumlah cara.

“Lebih baik Pemkot berpikir bagaimana menertibkan parkir, lakukan rekayasa lalu lintas di kawasan stasiun, daripada membuat underpass yang belum tentu ada manfaatnya,” beber dia.

Rencana pembangunan Underpass di kawasan stasiun Kota Baru, menuai kritik dari Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Bambang Sumarto. Sebagai anggota dewan yang menangani masalah pembangunan, ia menilai anggaran besar untuk pembangunan underpass diprediksi tidak akan sebanding dengan manfaatnya mengurai kemacetan.

“Saya kira perlu dipikirkan kembali, karena anggarannya cukup besar,” ucap Bambang.

Kendati begitu, selaku pimpinan komisi, Ia tetap akan menerima usulan Pemkot Malang yang dituangkan dalam bentuk kajian berupa detil engineering design (DED) dari Dinas Pekerjaan Umum.

“Kami tetap akan menerima kajian, namun belum tentu hal itu kami setujui, karena memang secara rasionalisasi tidak mungkin mengurai kemacetan kota hanya bangun underpass,” papar dia.

Rencana pembangunan underpass juga membutuhkan kajian akademis yang matang. Apalagi underpass itu belum tentu menjadi kebutuhan masyarakat. Perbaikan jalan – jalan rusak di kawasan pinggiran Kota Malang bisa jadi lebih dibutuhkan oleh masyarakat. Apalagi proyek pembangunan Jembatan Kedungkandang juga mangkrak dan belum bisa dikerjakan tahun ini.

Pakar tata kota Institut Teknik Nasional (ITN) Malang, Ir Budi Fathony MTA berpendapat, pembangunan underpass bukan solusi utama menyelesaikan masalah kemacetan di Kota Malang. Seharusnya akar masalah kemacetan itu yang mendesak untuk ditangani.

“Akar masalah kemacetan lalu lintas ini harusnya jadi kajian utama pemkot untuk merumuskan solusi mengurai kemacetan. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan oleh pemkot,” kata Budi.

Beberapa solusi itu misalnya membangun jalur lintas barat atau jalur lintas timur agar kendaraan yang menuju Batu atau Kabupaten Malang tak harus masuk ke dalam kota.

Dengan demikian, bisa memecah volume kendaraan agar semua tak menumpuk masuk ke Kota Malang.

“Underpass bukan solusi utama mengatasi kemacetan di kota ini,” pungkas Budi.

Wali Kota Malang, M Anton sendiri menyebut pembangunan underpass adalah hal penting yang harus dimiliki Kota Malang sebagai kota yang terus berkembang. Ia mencontohkan di berbagai negara maju mudah dijumpai adanya underpass tersebut.

“Underpass sangat dibutuhkan Kota Malang untuk menyelesaikan masalah kemacetan. Tapi pada tahun ini kita akan lakukan studi kelayakan dan pra detail engineering design terlebih dahulu,” ucap Anton.

Untuk anggaran pembangunan underpass di Stasiun Kota Baru sendiri, tidak akan mengandalkan APBD Kota Malang saja. Tetapi juga meminta bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Dirinya berjanji untuk tidak sekedar membangun underpass saja guna menyelesaikan kemacetan di kawasan stasiun itu. Bisa juga dilakukan penataan terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) dan titik parkir.

Dipastikan, proyek ini merupakan underpass pertama di Kota Malang. Sebab, rencana pembuatan underpass yang melintasi Jalan Ahmad Yani ke Letjen Sutoyo yang dulu sempat digagas, gagal terwujud.

”Tahun 2016 mulai dibangun dan akan jadi underpass pertama. Kami akan terus melakukan terobosan untuk memajukan Kota Malang serta berbagai potensi yang ada.”

Artikel ini ditulis oleh: