Jakarta, Aktual.com — Ada empat asosiasi penyelenggara haji dan umrah yang disebut-sebut diakui Kementerian Agama, yakni Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo), dan Kesatuan Tour Travel Haji dan Umrah Republik Indonesia (Kesthuri).

“Pengakuan ini masih dipertanyakan legalitasnya dan ada atau tidak pengakuan secara hukum dari Kementerian Agama (Kemenag). Belum lagi jika ditanyakan tentang ada atau tidaknya pengakuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait Administrasi Hukum Umum (AHU). Ada dua hal yang dipertanyakan,” kata Bendahara PB Al Washliyah, Raditya Perwira, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/5).

“Pertama, legalitas dari Kemenkumham terkait Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Kedua legalitas pengakuan dari Kemenag. Ini penting mengingat peran asosiasi haji dan umrah dalam penyelenggaraan haji dan umrah yang saat ini masuk dalam urusan teknis. Untuk itu publik juga penting untuk mengetahuinya,” tambah dia.

Lebih lanjut, terkait legalitas yang dikeluarkan Kemenkumham terkait AHU perlu diketahui publik, karena asosiasi haji umrah sudah terlibat urusan teknis haji dan umrah. Apakah badan hukum asosiasi haji dan umrah, apa berbentuk yayasankah atau perkumpulan atau apa?

Jika pembentukannya adalah yayasan, maka berlaku dasar hukum tentang yayasan. Pengertian Yayasan merupakan sebuah organisasi atau badan hukum yang memiliki tujuan dan maksud yang dimana tujuan tersebut bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

Yayasan sendiri tidak memiliki anggota dan yayasan didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang telah ditentukan oleh undang-undang. Di indonesia, yayasan diatur oleh undang-undang nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan.

Untuk mendirikan sebuah yayasan dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status badan hukum, karena yayasan merupakan badan hukum yang resmi sehingga dibutuhkan pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk.

Jika pembentukannya adalah perkumpulan, maka berlaku dasar hukum perkumpulan. Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan serta tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.

“Bahwa untuk dapat melakukan kegiatan hukum keperdataan, Perkumpulan harus mendapatkan pengesahan badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tata cara pengesahan badan hukum Perkumpulan diatur dalam Peraturan Menkumham Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan,” ujar dia.

Dijelaskan, UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menyebutkan pada Pasal 10 ayat (1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b. tidak berbadan hukum. Pada pasal (2) Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat: a. berbasis anggota; atau b. tidak berbasis anggota. Dan pada Pasal 11 (1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. yayasan.

Jika tidak memiliki badan hukum bukan berarti sebuah perkumpulan ilegal. Sebab, kebebasan untuk berserikat dan berkumpul dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia. Dalam pemilihan badan hukum atau tidak, perlu mengenali tujuan dan sifat dari suatu perkumpulan. Namun, ada konsekuensinya, pertama, jika mendirikan perkumpulan tanpa badan hukum, maka perkumpulan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan perdata.

Artinya, dalam hal perkumpulan membuat perikatan/perjanjian dengan pihak ketiga, seluruh anggota perkumpulan harus menandatangani perjanjian atau seluruh anggota terlebih dulu memberikan kuasa pada salah satu anggota perkumpulan untuk membuat dan menandatangani perjanjian tersebut. Perikatan yang lahir dari perjanjian mengikat seluruh anggota perkumpulan secara tanggung renteng.

Kedua, jika memilih mendirikan perkumpulan yang berbadan hukum, perkumpulan memperoleh status ‘persona standi in judictio’, artinya di mata hukum perkumpulan ini dipandang sama seperti manusia sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban.

Perkumpulan pun dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, sehingga dalam hal perkumpulan membuat perjanjian. Maka, perikatan yang lahir dari perjanjian mengikat kepada perkumpulan sebagai badan hukum, bukan kepada perseorangan.

Ketiga, perkumpulan berbadan hukum dapat membuka rekening atas nama perkumpulan tersebut. Sedangkan perkumpulan yang tidak berbadan hukum tidak dapat membuka rekening atas nama perkumpulan.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) huruf f UU 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU 28/2004 tentang Perubahan Atas UU 16/2001 tentang Yayasan (selanjutnya disebut dengan UU Yayasan), tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas harus diatur dalam Anggaran Dasar.

Pengangkatan pengurus atau pengawas dalam yayasan tersebut dilakukan oleh pembina yayasan (Pasal 28 ayat [2] huruf b UU Yayasan). Adapun Pembina Yayasan merupakan orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan (Pasal 28 ayat [3] UU Yayasan).

“Mengenai siapa yang dapat diangkat menjadi Pengurus yayasan, kita bisa merujuk pada ketentuan Pasal 31 UU Yayasan, yang berbunyi sebagai berikut: (1) Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. (2) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. (3) Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas,” ucap dia.

Kemudian, mengenai siapa yang dapat diangkat sebagai Pengawas yayasan, hal tersebut diatur dalam Pasal 40 UU Yayasan, yang berbunyi sebagai berikut: (1) Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. (2) Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. (3) Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. (4) Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, tidak ada aturan yang secara tegas melarang mengangkat seseorang yang memiliki jabatan tertentu pada organisasi yang terafiliasi dengan yayasan, untuk menjadi pengurus atau pengawas yayasan. Yang secara tegas dilarang adalah pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas, dan pengawas tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengurus.

Adapun ketentuan mengenai organisasi yang terafiliasi dengan yayasan diatur dalam Pasal 38 UU Yayasan yang berbunyi sebagai berikut: (1) Yayasan dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.

Berdasarkan Pasal 38 ayat (1) UU Yayasan memang Yayasan sebagai badan hukum dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 38 ayat (2) UU Yayasan, larangan untuk mengadakan perjanjian dengan organisasi afiliasi diperbolehkan sepanjang bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.

“Sekalipun demikian, menurut hemat kami, pasal ini tidak dimaksudkan untuk membatasi yayasan untuk mengangkat seseorang yang memiliki jabatan tertentu pada organisasi yang terafiliasi dengan yayasan untuk diangkat sebagai pengurus atau pengawas yayasan. Lain halnya jika terdapat larangan dalam organisasi atau lembaga tempat orang tersebut bernaung,” jelasnya.

Jadi, apabila diperjanjikan bahwa pemegang jabatan tertentu pada organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan dapat diangkat menjadi pengurus atau pengawas Yayasan, sepanjang hal tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan, hal tersebut tidak dilarang. Selain itu, ketentuan soal pengangkatan pengurus dan pengawas juga diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pejabat BUMN atau departemen tidak menjadi pengurus yayasan. Hal itu untuk menghindari adanya rangkap jabatan. “Yayasan sekarang harus dikelola orang yang profesional, pejabat jangan rangkap jabatan,” kata Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/02).

“Apa yang disampaikan KPK pada 2009 yang lalu menjadi bahan kajian bersama karena melihat dalam salah satu website asosiasi haji umrah didudukan salah satu jabatan menteri dalam struktur organisasinya sebagai Pembina Umum/Pembina Teknis priode 2014-2017. Entah si kementerian itu tahu atau tidak, kenyataannya nama jabatan menteri masuk di dalamnya. Kalau tidak tahu artinya terjadi pencatutan nama jabatan tanpa izin,” kata Raditya.

Ada perbedaan antara perkumpulan dan yayasan. Perkumpulan bersifat dan bertujuan komersial, mementingkan keuntungan (profit oriented), mempunyai anggota. Sedangkan yayasan bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tidak semata-mata mengutamakan keuntungan atau mengejar/ mencari keuntungan dan/atau penghasilan yang sebesar-besarnya, tidak mempunyai anggota.

“Pertanyaannya adalah adakah legalitas asosiasi haji umrah dari Kemenkumham terkait Administrasi Hukum Umum (AHU)? adakah legalitas pengakuan dari Kemenag dan apakah bada hukum asosiasi haji dan umrah itu, berbentuk yayasankah atau perkumpulan atau apa? banyak yang tidak mengetahuinya. Kenyataannya asosiasi haji umrah dalam penyelenggaraan haji dan umrah masuk dan terlibat dalam urusan teknis walaupun legalitasnya masih dipertanyakan,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh: