Aktual.com, Jakarta- Bahasa gaul atau bahasa ABG merupakan ragam bahasa Indonesia tidak standar yang lazim digunakan di Jakarta pada era 80-an dan hingga saat ini menggantikan bahasa prokem yang lebih lazim dipakai pada tahun-tahun sebelumnya. Sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia serta dialek.

Namun, akhir-akhir ini banyak generasi muda khususnya Muslim Tanah Air yang memakai bahasa gaul bersifat kasar dan tidak Islami. Hampir sebagian besar anak muda di kota besar menggunakan bahasa gaul seperti “elu, gua, kepo, dan lain sebagainya”.

Bolehkah, kita memakai bahasa gaul dalam keseharian?.

“Ya…mau diapakan lagi memang zaman saat ini lebih canggih dan begitu pun dengan bahasa pastinya juga berkembang. Banyak istilah-istilah yang terlahir sampai saat ini. Pesan saya buat para pembaca Aktual.com hanya singkat kita boleh saja berbicara dengan bahasa gaul asalkan pada tempatnya, coba Anda bayangkan jika Anda berbicara bahasa gaul tersebut kepada atasan kerja anda apa yang terjadi dan Anda paasti bisa menilainya sendiri itu sopan atau tidak,” terang Ustad Hasanudin, kepada Aktual.com, Senin (15/2), di Jakarta.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Al Imran – 159)

Ustad Hasanudin menjelaskan, bahwa dalam ayat di atas telah tertulis secara jelas bahwa dalam berbicara harus lemah lembut dan sopan. Karena jika kita bisa berbicara secara lembut dan sopan maka bukan hanya orang-orang di sekeliling kita yang merasakan senang. Akan tetapi kita sebagai Muslim juga akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT.

Namun demikian, menurut Ustad Hasanudin, “Lidah memang tidak bertulang” dan “Lidah itul lebih tajam dari sebilah pedang”. Peribahasa tersebut bukanlah sekedar peribahasa. Makna dari kedua kata tersebut memang benar adanya. Dengan lidah, keluarga, dan teman bisa menjadi musuh jika perkataan yang keluar dapat menyakiti hati seseorang.

“Dengan menggunakan sebilah pedang yang tajam, bahkan yang paling tajam sekali pun seseorang hanya dapat membunuh seorang manusia lainnya hanya sekali saja. Setelah manusia itu mati, maka tidak mungkin dengan pedang itu ia dapat membunuhnya kembali untuk yang kedua kalinya. Namun, dengan lidah seseorang dapat membunuh seorang manusia lainnya setiap hari. Bahkan dalam sehari, seorang manusia dapat terbunuh berkali-kali oleh ganasnya lidah. Lidah dapat membunuh seseorang berkali-kali dengan cara memfitnah. Itulah mengapa akhirnya timbul istilah, ‘Sesungguhnya fitnah itu adalah lebih kejam dari pada pembunuhan’,” urai Ustad Hasanudin menjelaskan.

Lanjut ia, lidah yang tidak terkontrol secara baik akan melontarkan kata-kata negatif yang tidak akan pernah diketahui seberapa besar efeknya terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.

Demikian pula dengan lidah yang terkontrol dengan baik, yang selalu melontarkan kata-kata ma’ruf. Tidak akan pernah diketahui pula seberapa besar efek positif dari ucapan tersebut akan dapat mempengaruhi orang lain, dan seberapa besar pula balasan yang akan kita terima kelak. Hal ini senanda dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi,

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah SWT keridhoan-Nya bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Oleh karena itu, masih dari Ustad Hasanudin, sudah sepatutnyalah bagi setiap umat muslim yang beriman agar senantiasa menjaga lidahnya setiap saat. Berbicaralah dengan hati-hati, jangan sampai lepas kendali. Selalulah berupaya untuk senantiasa mengontrol lidah hanya untuk mengucapkan perkataan yang bernilai positif dan tidak menyinggung atau menyakiti orang lain.
Karena, kata ia, meskipun kita tidak pernah tahu mengenai apa dan seberapa besar balasan yang akan diberikan Allah SWT kepada kita, namun kita harus yakin bahwa Allah SWT selalu memberikan ganjaran yang setimpal. Tidak ada amalan sekecil apapun yang tidak akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

“Alangkah baiknya jika kita berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar dari pada menggunakan bahasa gaul tersebut, jika kita ingin dikatakan gaul kita tidak harus berbicara gaul juga bukan. Bukan kan Muslim juga memiiki etika sendiri dalam masalah gaul,” kata ia menambahkan.

“Coba bayangkan jika kita saling berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar bukankah itu indah,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: