Girl taking picture of herself with a mobile phone

Jakarta, Aktual.com — Saudara dan saudariku, seringkali tanpa kita sadari sudah dilalaikan oleh aktivitas memotret diri sendiri ataupun bersama dengan teman- teman dekat lainnya, yang nyatanya hal tersebut merupakan awal dari kebinasaan atas hati kita dan bersemayamnya ujub dalam hati.

Tidak dapat dipungkiri, setelah berfoto ria tentunya kita akan mendapati kepuasan tersendiri atas hasil gambar yang memukau dan ditambah dengan sedikit editan yang akan semakin memperdaya diri kita untuk terus memuji keelokan rupa kita.

Lantas, bukankah hal itu akan semakin menguatkan rasa ujub (sombong) dalam diri kita? Berikut pembahasan oleh Aktual.com dari Ustadzah Sukma Dini Miradani.

“Berfoto itu boleh. Dengan berbagai teknik dan rupanya. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika foto itu menyebar ke media sosial. Dan, untuk ‘selfie’ dan narsis akan dipertanyakan niatannya. Dikhawatirkan ada ujub, takabur, riya yang tidak diperbolehkan dalam Islam,” jelas Mba Sukma dihubungi Aktual.com di Jakarta.

Adapun, hal ini sangat sesuai dengan pernyataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang keras seseorang untuk bersikap ujub terhadap dirinya. Bahkan, dalam suatu Hadis Rasulullah SAW menyebut hal itu merupakan suatu perkara yang dapat membinasakan pelakunya.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 5452 dan dishaihkan al-Albani)

Pada konteks yang sama, Nabi Muhammad SAW juga menyadarkan umat Muslim untuk belajar menjadi pribadi yang selalu berusaha dalam menyembunyikan kebaikan yang menonjol dalam diri.

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ

Sesungguhnya Allah SWT mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri. (HR. Muslim 7621).

Selain ‘selfie’ dan narsis, hal ini juga berlaku pada hal lainnya seperti memperlihatkan foto-foto orang yang meninggal secara tidak wajar dan sebagainya. Tidak lebih, hal ini harus dilandaskan pada apa dan bagaimana niat kita terhadap foto-foto tersebut. Jika ditujukan sebagai pembelajaran atau hikmah, maka hal itu diperbolehkan.

“Untuk foto-foto orang mati dengan pose yang tidak layak untuk dishare itu pun tidak etis. Karena itu ada etika dalam media untuk ‘memblur’ foto-foto tersebut,” ujar Alumni Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya angkatan 2001 tersebut.

Sekali lagi, umumnya pada orang-orang yang melakukan ‘selfie’ dan narsis, pada kenyataannya hal itu tidak terlepas dari perasaan ujub. Meskipun tidak semuanya, namun rasanya perasaan tersebut terkadang lebih sulit untuk dikendalikan.

Oleh sebab itu, sangat penting menguatkan ruhiyah bagi tiap individu sebagai benteng pertahanan diri untuk menolak setiap gangguan hawa nafsu yang datang menerpa.

Artikel ini ditulis oleh: