Pemohon mengemukakan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Pertama, tidak sesuai dengan pasal 89 KUHAP dan pasal 198 dalam UU Peradilan Militer, dimana kasus semacam ini ada konektivitas dan baru pertama kali terjadi di Indonesia.

Kedua, dalam menetapkan tersangka, pengendalian dan koordinasi kasus ini dilakukan bukan oleh komisi Pemberantasan Korupsi, tapi oleh Militer. Pemohon menjelaskan, dalam penyitaan di rumah pemohon (Irfan Kurnia Saleh), dilakukan oleh POM TNI.

“Pengendali dan koordinasi kasus ini dilakukan bukan oleh KPK, buktinya penyitaan di rumah pemohon (Irfan,-Red) dan kantor pemohon dilakukan oleh POM TNI bukan oleh KPK.” kata Pemohon saat membacakan tanggapan dihadapan audien, termohon dan di depan hakim.

Selain itu, pemohon juga menambahkan, hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Ketua KPK, Agus Rahardjo, yang mengatakan, dalam menyikapi kasus ini, KPK hanya memback up. “Bahasa, memback up, itu berbeda dengan operator, jadi ini yang bekerja TNI,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam dugaan kasus korupsi pengadaan Helikopter, sebanyak lima anggota TNI Angkatan Udara ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, juga dinyatakan sebagai tersangka.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara