Jakarta, Aktual.com — Ustadzah Nurhasanah menerangkan, meskipun umat Muslim diperbolehkan berwisata, namun juga terdapat hukum yang mengatur dan mengarahkan agar wisata tetap menjaga maksud-maksud untuk memperoleh kebaikan atau manfaat. Jangan sampai keluar melewati batas, sehingga wisata menjadi sumber keburukan dan dampak negatif bagi masyarakat. Di antara hukum-hukum itu adalah sebagai berikut,

1. Mengharamkan safar dengan maksud mengagungkan tempat tertentu kecuali tiga Masjid. Dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda,
لا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلا إِلَى ثَلاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

Artinya, “Tidak dibolehkan melakukan perjalanan kecuali ke tiga Masjid, Masjidil Haram, Masjid Rasulullah SAW dan Masjidil Aqsha.”(HR. Bukhari dan Muslim).

“Hadis ini menunjukkan akan haramnya promosi wisata yang dinamakan Wisata Religi ke selain tiga Masjid, seperti ajakan mengajak wisata ziarah kubur, menyaksikan tempat-tempat peninggalan kuno, terutama peninggalan yang diagungkan manusia, sehingga mereka terjerumus dalam berbagai bentuk kesyirikan yang membinasakan. Dalam ajaran Islam tidak ada pengagungan pada tempat tertentu dengan menunaikan ibadah di dalamnya sehingga menjadi tempat yang diagungkan selain tiga tempat tadi,” papar Ustadzah Hasanah menerangkan kepada Aktual.com, di Jakarta, Senin (18/04).

Oleh karena itu, tidak dibolehkan memulai perjalanan menuju tempat suci selain tiga tempat tersebut. Hal itu bukan berarti dilarang mengunjungi Masjid-masjid yang ada di negara Islam. Karena kunjungan ke sana dibolehkan, bahkan dianjurkan.

Akan tetapi, masih dari Ustadzah Hasanah, yang dilarang yaitu melakukan safar dengan niat seperti itu. Kalau ada tujuan lain dalam safar, lalu diikuti dengan berkunjung ke (Masjid), maka hal itu dibolehkan. Bahkan terkadang diharuskan untuk menunaikan salat Jumat dan salat berjamaah. Yang keharamannya lebih berat adalah apabila kunjungannya ke tempat-tempat suci agama lain. Seperti pergi mengunjungi Vatikan, melihat patung Budha di Thailand, dan lain-lain.

2. Tidak diragukan lagi bahwa ajaran Islam melarang wisata ke tempat-tempat yang bisa merusak yang terdapat minuman keras, perzinaan, serta berbagai kemaksiatan seperti di pinggir pantai yang bebas Atau juga diharamkan safar untuk mengadakan perayaan bid’ah. Karena seorang Muslim diperintahkan untuk menjauhi kemaksiatan maka jangan terjerumus (ke dalamnya) dan jangan duduk dengan orang yang melakukan hal tersebut.

Para Ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan, “Tidak diperkenankan bepergian ke tempat-tempat kerusakan untuk berwisata. Karena hal itu mengundang bahaya terhadap agama dan akhlak. Karena ajaran Islam datang untuk menutup peluang yang menjerumuskan kepada keburukan.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah)

Bagaimana dengan wisata yang menganjurkan kemaksiatan dan perilaku tercela, lalu kita ikut mengatur, mendukung sekaligus menganjurkannya?

Para Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah juga berkata, “Kalau wisata tersebut mengandung unsur memudahkan melakukan kemaksiatan dan kemunkaran serta mengajak ke sana, maka tidak boleh bagi seorang Muslim yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir membantu untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah SWT dan menyalahi perintah-Nya. Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah SWT, maka Allah SWT akan mengganti yang lebih baik dari itu. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah)

3. Adapun berkunjung ke bekas peninggalan umat terdahulu dan situs-situs kuno, jika itu adalah bekas tempat turunnya azab, atau tempat suatu kaum dibinasakan sebab kekufurannya kepada Allah SWT, maka tidak dibolehkan menjadikan tempat ini sebagai tempat wisata dan hiburan.

“Tidak tersembunyi bagi siapa pun bahwa dunia wisata sekarang lebih dominan dengan kemaksiatan, segala perbuatan buruk dan melanggar yang diharamkan, baik sengaja bersolek diri, telanjang di tempat-tempat umum, bercampur baur yang bebas, meminum khamar, memasarkan kebejatan, menyerupai orang kafir, mengambil kebiasaan dan akhlaknya bahkan sampai penyakit mereka yang berbahaya. Belum lagi, menghamburkan uang yang banyak dan waktu serta kesungguhan,” kata Ustadzah Hasanah.

“Semua itu dibungkus dengan nama wisata. Maka ingatlah bagi yang mempunyai kecemburuan terhadap agama, akhlak dan umatnya kepada Allah SWT, jangan sampai menjadi penolong untuk mempromosikan wisata fasik ini. Akan tetapi hendaknya memeranginya dan memerangi ajakan mempromosikannya. Hendaknya bangga dengan agama, wawasan dan akhlaknya. Hal tersebut akan menjadikan negeri kita terpelihara dari segala keburukan dan mendapatkankan pengganti keindahan penciptaan Allah Ta’ala di negara Islam yang terjaga,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: