Ilustrasi- Nelayan sedang menari jaring ikan

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap adanya penurunan produksi ikan tangkap akibat dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) solar non subsidi untuk kapal.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan penurunan itu akan diikuti dengan naiknya harga ikan, mengingat terbatasnya pasokan ikan.

“Harga ikan ini ada sedikit peningkatan. Karena ikannya sedikit di dalam negeri maka harganya naik sedikit lebih mahal. Harga ekspor juga sulit, permintaan ikan di luar negeri juga menurun, karena beberapa negara itu krisis. Permintaan luar negeri ini drop. Ini sangat membahayakan bisa memicu terjadinya krisis,” katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (28/7).

Penurunan produksi tangkap ikan ini disebabkan karena banyaknya kapal nelayan yang tidak berangkat melaut, akibat mahalnya harga BBM. Menurutnya, bulan Juli ini saja sudah menurun pasokan ikan di Indonesia dan diprediksi akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan.

“Kapal di bulan Juli (belum berangkat), sedangkan kapal berangkat bulan Februari bulan Maret masih akan kembali. Jadi, sekarang ini makin banyak kapal yang tidak berangkat sangat drop. Maka produksi di Agustus-September sangat drop. Ini yang sangat membahayakan sekali,” ujarnya.

Berdasarkan data yang dimiliki Zaini jumlah produksi ikan mulai terjadi penurunan sejak bulan Mei sampai Juli 2022. Data itu berdasarkan produksi ikan yang didaratkan di 22 lokasi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan (UPT PP).

“Dari 23,82 ribu ton di Juli 2021 dibandingkan Juli 2022 yang hanya 12,46 ribu ton,” jelasnya.

Hasil itu diakui diiringi dengan juga menurunnya jumlah kapal yang mendapatkan surat persetujuan berlayar (SPB). Zaini menyebut SPB yang diterbitkan di 22 lokasi UPT PP turun jadi 1.915 di bulan Juli 2022 dari 4.165 izin pada Juli 2021.

Adapun jumlah kapal di seluruh wilayah yang kini terparkir sebanyak 2.000 kapal. Padahal biasanya dalam satu bulan kapal yang berlayar untuk menangkap ikan sebanyak 4.000 kapal.

“Yang berlayar dengan SPB (Surat Persetujuan Berlayar) drop 50%, tadinya satu bulan 4.000 (yang berlayar) sekarang 2.000 atau 50%-nya tidak melaut,” ungkapnya.

“Jadi siap-siap saja untuk tidak mendapatkan ikan. Mudah-mudahan budidaya bisa menopang, harganya nanti juga ada kenaikan walaupun sedikit peningkatannya,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin