Jakarta, Aktual.com — Ustad Hasanudin menjelaskan, bahwa agama Islam tak hanya mencintai orang yang rajin beribadah namun juga Islam mencintai Muslim yang giat bekerja, mandiri, dan terlebih lagi kepada Muslim yang rajin memberi. Namun demikian Islam membenci manusia yang pemalas, suka berpangku tangan dan menjadi beban bagi orang lain.
Allah SWT berfirman,
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ
Artinya, “Maka carilah rizki disisi Allah.”(Al Ankabut : 17)
Bekerja dalam pandangan Islam mempunyai derajat yang tinggi, hinga Allah SWT dalam Al Quran menggandengkannya dengan jihad memerangi orang-orang kafir.
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya, “dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT, dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah SWT.”(Al Muzzammil : 20).
Rasulullah SAW bahkan menyebutkan jika aktivitas bekerja merupakan sebagian dari jihad di jalan Allah SWT. Dan, tahukah Anda bahwa sesungguhnya manusia yang paling mulia di muka Bumi adalah para Nabi.
Mengapa para Nabi?. Karena tugas yang mereka emban di dunia ini sangat mulia. Yaitu berdakwah kepada agama Allah SWT dan mengajarkan risalahnya kepada manusia yang lain. Allah SWT sering mengisahkan kepada kita perjuangan dakwah mereka dalam Al Quran.
Meski begitu, Allah SWT dalam Kitab Suci Al Quran juga menyebutkan sisi lain dari kehidupan mereka. Mereka juga seperti manusia yang lain pada umumnya, termasuk dalam hal bekerja dan mencari penghidupan. Allah SWT telah berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ
Artinya, “dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.”(Al Furqan : 20)
Dalam tafsirnya, Imam Al Qurthubi berkata, “Maksudnya, mereka mencari penghidupan di dunia. Ayat ini merupakan landasan disyariatkannya bekerja mencari penghasilan baik dengan berniaga, produksi atau yang lainnya.”
Nabi Adam bertani, Ibrahim menjual pakaian, Nuh dan Zakaria tukang kayu, Idris Penjahit dan Musa penggembala. Allah SWT mengisahkan dalam Al Quran bahwa Nabi Daud membuat baju besi,
وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ
Artinya, “dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu, Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).”(Al Anbiya : 80)
Nabi kita yang mulia juga mengabarkan, Bahwa beliau pernah bekerja sebagai penggembala kambing. “Tidaklah Allah SWT mengutus seorang Nabi melainkan pernah menjadi penggembala kambing.”
Para Sahabat berkata, “Begitu juga Engkau ?.” Beliau bersabda, “Ya, aku pernah menggembala kambing penduduk Makkah dengan upah sejumlah uang.”(HR Bukhari)
Baginda Rasulullah SAW juga berdagang. Beliau pernah melakukan perjalanan bisnis ke negeri Syam untuk menjual barang-barang dagangan milik Khadijah Radhiyallahu ‘anha.
Oleh karena itu, Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja dan berusaha mencari penghidupan. Allah SWT telah berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Artinya, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”(Al Mulk : 15)
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya, “apabila telah ditunaikan salat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(Al Jumu’ah : 10)
Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya, “Diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa ia berkata, “Barang siapa yang membeli atau menjual sesuatu pada hari jumat setelah salat, Allah SWT akan memberkahi untuknya 70 kali.”
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari pekerjaan tangannya sendiri.”(HR Bukhari)
Ustad Hasan-panggilan akrab Ustad Hasanudin kembali menjelaskan, bahwa perlu dipahami oleh para Sahabat yang mulia- semoga Allah SWT meridhai mereka- yang mana mereka juga para pekerja.
Diriwayatkan Abu Bakar penjual pakaian, Umar bekerja mengurusi kulit, Utsman bin Affan pedagang, Ali bin Abi Thalib bekerja sebagai pegawai lebih dari satu kali untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Begitu juga para sahabat yang lain seperti Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Az Zubai bin Al Awwam, Amr bin al Ash dan yang lainnya memiliki pekerjaan masing-masing dalam rangka mencari penghidupan di dunia ini.
Pertanyaannya, bagaimana etos kerja menurut Islam?
“Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat kita ringkas menjadi beberapa bagian,” terang Ustad Hasan, kepada Aktual.com, Selasa (23/02), di Jakarta.
“Untuk dapat meningkatkan etos kerja, seorang Muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai Khalifah Allah SWT di muka Bumi dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT,” sambungnya.
Ada beberapa petunjuk dalam Al Quran agar kita dapat meningkatkan etos kerja. Di antaranya:
1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.
“Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur, Seseorang tidak mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al Quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur,” urai ia memaparkan.
“Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang diperkenalkan Al Quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al Quran memberi petunjuk bahwa sikap adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri,” jelas ia menutup pembicaraan. Bersambung….
Artikel ini ditulis oleh: