Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan setidaknya ada tiga faktor ditetapkannya status bencana nasional terhadap daerah yang terkena bencana alam. Pertama, yakni jika pemerintah daerah tidak berfungsi.

Kedua, status bencana nasional ditetapkan jika tak ada akses terhadap sumber daya nasional. Dan faktor ketiga, status bencana nasional ditetapkan jika ada regulasi atau peraturan perundangan yang menghambat pelaksanaan tanggap darurat.

Berdasarkan ketentuan UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, pada pasal 7 Ayat (2) disebutkan penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah berdasarkan indikator jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan di Indonesia hanya bencana tsunami Aceh pada tahun 2004 yang dinyatakan sebagai bencana nasional.

Demikian disampaikan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Selasa (4/2/2014) saat menyatakan dampak erupsi Gunung Sinabung bukanlah bencana nasional.

“Hanya bencana tsunami Aceh 2004 yang dinyatakan presiden sebagai bencana nasional. Korban bencana saat itu lebih dari 180.000 jiwa tewas dan hilang, kerugian lebih dari Rp 45 trilyun, Pemkab/Pemkot dan Pemprov Aceh dan Sumut tidak mampu mengatasinya,” sebut Sutopo.

Masih dikatakan Sutopo, penetapan status bencana nasional merujuk  pada Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 7 (2) yang menjadi pegangan bagi BNPB.

Pada pasal itu disebutkan, sambung dia, terhadap penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat indikator jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Dijelaskan pula bahwa terkait penetapan status darurat bencana, untuk skala nasional dilakukan oleh presiden, skala provinsi oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota oleh bupati/wali kota.

Ketentuan penetapan status dan tingkatan bencana diatur dengan Peraturan Presiden (PP).

BNPB juga mengemukakan bencana lain yang tidak diklasifikasikan sebagai bencana nasional. Di antaranya ialah bencana gempa Yogya tahun 2006 yang menimbulkan korban 5.716 jiwa tewas, kerugian Rp 29 triliun, dan berdampak pada Provinsi DIY dan Jawa Tengah.

Demikian pula dengan gempa di Sumatera Barat tahun 2009 yang menimbulkan korban 1.117 jiwa, kerusakan di sembilan kab/kota, dan kerugian Rp 21 triliun serta erupsi Gunung Merapi 2010 yang menimbulkan korban jiwa 386 orang tewas, 4 kabupaten dan dua provinsi terdampak, pengungsi 0,5 juta jiwa dan kerugian Rp 3,56 trilyun.

Diakui Sutopo masih banyak pihak yang salah kaprah terhadap status bencana nasional.

“Banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana,” kata Sutopo dalam keterangan persnya, Senin (20/8/2018). Menanggapi status bencana nasional terhadap gempa bumi yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Banyak pihak beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional. Tanpa ada status itu pun saat ini, sudah mengerahkan sumber daya nasional,” tambahnya.

Sementara itu, sambung Sutopo, perihal bantuan, ada hal lain yang membedakan pemasangan status bencana nasional yaitu terkait bantuan internasional.

Namun, Sutopo mengatakan bahwa masuknya bantuan tersebut tidak selalu berbuah baik. “Dengan adanya status bencana nasional maka terbuka pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan,” terangnya.

“Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan,” sahut dia lebih lanjut.

BNPB, kata Sutopo, pemerintah sebenarnya memiliki pertimbangan untuk menetapkan status bencana nasional, yang terdiri dari jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, luas wilayah yang terdampak, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Selain itu, senada dengan Mendagri, Sutopo juga mengatakan, ada hal mendasar untuk diperhatikan yaitu masih ada atau tidaknya jajaran pemerintah daerah. Jika masih ada, pemerintah daerah yang memegang kendali dalam penanganan bencana. Sementara, pemerintah pusat akan membantu sepenuhnya.

Bencana, Politisi Saling Peduli ?

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang