Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) membenarkan, jika pemerintah sudah  membuka akses untuk menerima bantuan Internasional.

Bahkan, dikatakan dia, sudah ada sekitar 18 negara seperti Arab Saudi, Amerika Serikat, Perancis, Republik Ceko, Swiss, Norwegia, Hungaria, Turki, Uni Eropa, Australia, termasuk UNDP dan ASEAN yang siap memberikan bantuan bagi korban bencana di Palu-Donggala.

Menurut dia, bantuan tersebut upaya menunjukan solidaritas dunia terhadap Indonesia sangat kuat.

“Kalau dunia saja menunjukan rasa solidaritasnya, seharusnya kita juga menunjukan hal yang serupa. Saya menghimbau maskapai penerbangan juga bisa melakukan hal yang serupa,” kata Bamsoet saat menanggapi tarif pesawat yang naik, ketika menerima perwakilan warga Palu di Ruang Kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Selasa (2/10/18).

Minimal bisa menggratiskan atau memberi keringanan biaya bagi warga yang ingin mengirimkan bantuan melalui kargo. Begitupun dengan pihak lainnya. Mari bersatu padu menghadapi musibah ini dengan ikatan kebangsaan,” pungkas wakil ketua umum KADIN itu.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid menilai tindakan yang dilakukan pemerintah untuk membuka akses bantuan luar negeri, sangatlah aneh.

Pasalnya, pemerintah tidak menetapkan bencana di Palu-Donggala sebagai peristiwa bencana nasional.

“Dengan belum status bencana nasional, maka artinya bencana lokal. Kalau bencana lokal maka layaknya hanya pakai dana  nasional saja tidak pakai dana bantuan internasional,” terang Sodik, di Jakarta, Kamis (4/10/18).

“Yaa itu anehnya, walaupun tidak melanggar hukum tapi aneh,” tambahnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia menerima bantuan internasional untuk korban gempa bumi dan tsunami di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Hal ini, sebelumnya disampaikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

“Bantuan internasional tadi malam presiden telah menyampaikan kepada Menlu bahwa pemerintah Indonesia menerima bantuan internasional sesuai dengan kebutuhan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Senin (1/10/18).

“Artinya, welcome negara-negara sahabat yang sudah menawarkan bantuan kemanusiaan untuk gempa dan tsunami Sulawesi Tengah, silakan,” tambahnya.

Namun demikian, menurut Sutopo, tidak seluruh negara bisa menyumbangkan bantuan.

Pemerintah bersama lembaga terkait dalam menerima bantuan internasional pun, harus selektif sesuai dengan kebutuhan.

“Bantuan internasional harus selektif, kita fokus pada negara-negara yang sudah menawarkan bantuan kepada pemerintahan kita dan negara-negara yang memang memiliki kapasitas,” terang Sutopo.

Menurut dia, ada enam kebutuhan awal yang diperlukan dari bantuan internasional, yaitu alat angkut udara untuk landas pacu 2000 meter, water treatment, genset, rumah sakit lapangan beserta tenaga medis, dan foging.

Di luar itu, kata Sutopo, bantuan tidak dibatasi. Dalam kondisi menerima bantuan, artinya Indonesia tidak meminta dari negara lain, melainkan menerima bantuan dari negara-negara yang sudah menawarkan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengaku heran dengan sikap pemerintahan Jokowi dalam melihat satu kondisi bencana.

Akan tetapi, secara tidak sadar atau disadari pemerintah justru telah mengirimkan sinyal ketidakmampuannya dalam melakukan penanganan pasca bencana.

“Sekarang ini kita sudah tidak mengerti dasar dan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan status bencana nasional atau tidak,” kata Fahri melalui pesan singkat ya kepada aktual.com, di Jakarta, Kamis (4/10/18).

“Pemerintah, justru mengirim sinyal ketidakmampuan bahkan ketidakberdayaan dalam menghadapi bencana yang ada,” tambahnya.

Seperti bencana di Lombok, misalkan. Fahri mengaku mendengar bahwa masyarakat sudah tidak dijanjikan apa-apa oleh pemerintah. Bahkan, sambung dia, yang sudah mendapat kiriman dana belum dapat dicairkan.

“Dari Dapil saya di NTB, saya mendengar bahwa masyarakat sudah tidak lagi dijanjikan apa-apa, dan yang sudah dikirimpun uangnya belum dapat dicairkan dan tidak dapat dibelanjakan, lalu terjadi musibah berikutnya yang lebih besar , yang skalanya bukan hanya satu provinsi bahkan ancaman sklanya bisa mencakup keseluruhan kepulauan yang cukup besar,”papar dia.

Akan tetapi, Fahri menilai, jika nampaknya seluruh dunia lebih waspada dan lebih mantab dengan status Indonesia saat ini, tetapi kemudian seluruh dunia tidak mendapatkan mitra lokal dari pemerintah yang tanggap dengan situasi yang ada dengan mengerahkan bantuan internasional ke bencana dan ini yang tidak dimengerti sesungguhnya apa yang sedang terjadi.

“Apakah pemerintah sedang tidak punya uang, atau disorientasi, kita tidak tau. Yang jelas masyakarat tambah frustasi karena penangananya yang tampak lamban dan tidak menimbang keadaan masyarakat,” pungkasnya .

Untuk diketahui, pada UU Nomor 24 Tahun 2007, Pasal 7 

(1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;

b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;

c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;

d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;

e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;

f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan

g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional.

(2) Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi:

a. jumlah korban; b. kerugian harta benda; c. kerusakan prasarana dan sarana; d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.