Jakarta, Aktual.com: Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ro’ah menjelaskan dalam shalawat yusriyyah.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، البَرْزَخِ بَيْنَ الْأَحَدِيَّةِوَالْوَاحِدِيَّةِ، وَبَيْنَ اْلبُطُوْنِ وَالظُّهُوْرِ، سِرِّ التَّجَلِّي الْأَعْظَمِ، أَحْمَدُ اْلبِدَايَةِ وَاْلبِشَارَةِ، مُحَمَّدُ النِّهَايَةِ وَاْلهِدَايَةِ، مَحْمُوْدُالسِّيْرَةِ وَالسَّرِيْرَةِ، مُصْطَفَى اْلعِنَايَةِ وَالرِّعَايَشة، وَعَلَى آلِهِ وسلم، عَدَدَ كَمَالِكَ وَكَمَا يَلِيْقُ بِكَمَالِهِ
Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammadin al barzakhi bainal ahadiyyah wal wahidiyyah, wa bainal buthuun waddzuhuur, sirrittajallil ‘adzam, Ahmadul bidayati wal bisyaarah, Muhammadunnihayati wal hidaayah, Mahmudmussirati wassarirah, Mushtafal ‘inayati warri’ayah, wa ‘ala alihi wa sallim ‘adada kamaalika wa kamaa yaliiqu bikamaalih.
Artinya : Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada sayyidina Muhammad SAW, yang ia adalah al-barzakh (penghubung) antara maqam ahadiyyah dan wahidiyah, dan antara batin dan dzahir, ia adalah rahasia tajalli paling agung. Ia –disebut- Ahmad dalam konteks permulaan (awal penciptaan) dan kabar gembira, Muhammad dalam konteks pengakhiran (akhir dalam pengutusan) –sebagai- petunjuk (bagi seluruh alam). Ia Mahmud (terpuji) dalam perilaku dan hati, ia Mustofa (makhluk pilihan) –untuk mendapatkan- perhatian Allah dan penjagaan-Nya. Dan juga bagi keluarganya. Sesuai bilangan kesempurnaan-Mu, dan sesuai dengan maqam kesempurnaanya.
Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ro’ah menjelaskan dalam shalawat yusriyyah yang pertama ini tentang hakekat dari baginda Nabi SAW, dengan menyebutkan tujuh dari sifat-sifat baginda SAW, yaitu sebagai berikut :
a. al-barzakh (penghubung) antara maqam ahadiyyah dan wahidiyah, dimana baginda Nabi SAW adalah sebagai wujud pertama yang telah Allah Ta’ala ciptakan sebagai penghubung antara dua maqam wujud, yaitu wujud Sang Khaliq dan wujud makhlukNya.
Sebagaimana beliau menyebutkan maqam wujud Sang Khalik ketika sebelum menciptakan makhlukNya ini dengan kata “al ahadiyyah”,yang berarti Allah Dzat yang Maha Esa, dimana tidak ada wujud lain bersama dengan wujudNya.
Keesaan dalam wujud berarti tidak menerima wujud yang kedua, tiga, empat dan seterusnya, seperti dikatakan bahwa “الأحدية لا تقبل النسبة” yang berarti Keesaan adalah tidak menerima nisbah (bilangan lainnya).
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid