Taujih Syeikh DR Yudi Latif (kiri) bersama Khodim Zawiyah Arraudhah Al Akh Muhammad Danial Nafis (kanan) saat acara Kajian Spesial Ramadhan di Zawiyah Arraudah, Jalan Tebet Barat VIII, No 50, Jakarta Selatan, Minggu (4/6/2017). Dalam kajian Spesial Ramadhan ini yang bertamakan "Pancasila dalam Tasawuf Islam".. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Syaikhuna KH Muhammad Danial Nafis hafizhahullahu dalam pengajian Tasawuf (Kitab Al Hikam) mengatakan bahwa maksiat disini tidak terbatas pada pelanggaran apa yang telah dilarang syara’ tapi mencakup kelalaian pada Allah.

مَعْصِيَةٌ أَوْرَثَتْ ذُلًّا وَافْتِقَارًا خَيْرٌ مِنْ طَاعَةٍ أَوْرَثَتْ عِزًّا وَاسْتِكْبَارًا

Maksiat yang melahirkan rasa hina serta kesadaran akan kelemahannya sebagai hamba dan kekurangan lebih baik daripada ketaatan yang melahirkan rasa bangga dan kesombongan.

Maksiat, terkadang bisa menjadi perjalanan yg Allah berikan kepada hamba-Nya untuk meningkatkan derajat dan pintu pertaubatan. Dan terkadang Ketaatan yg dilakukan seorang hamba malah menjadikannya jumawa dan merendahkan yang lain akhirnya menjerumuskan hamba tersebut pada lubang kehancuran.

Ketika kita memandang orang yang maksiat, tidak boleh langsung menghakimi “ini Ahli Maksiat”. Di kitab Sirrul Asrar dijelaskan, Sedekah para arifin, adalah menghadiahkan ketaatan yang ia lakukan untuk menjadi wasilah bertaubat dan berubah menjadi baiknya orang lain.

Dalam Hizb Barr, Syekh Abul Hasan Syadzili berdoa dengan kalimat yang indah:
اللهُمَّ اجْعَلْ سَيِّئَاتِنَا سَيِّئَاتِ مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَا تَجْعَلْ حَسَنَاتِنَا حَسَنَاتِ مَنْ أَبْغَضْتَ

Ya Allah, jadikanlah keburukanku sebagai keburukan orang-orang yang Kau cintai, dan jangan jadikan kebaikanku sebagai kebaikan orang-orang yang Kau murkai,

إِلَهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلًا * * وَلاَ أَقْوَى عَلَى نَارِ الْجَحِيْمِ،
فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِيْ * * فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ الْعَظِيْمِ

bait tersebut dianjurkan untuk dibaca 3-7 kali selepas shalat Jum’at.

Antara maksiat dan taubat bisa melahirkan rasa khauf, merasa hina dan butuh Allah itu hal yang baik, begitu pun Ketaatan yang melahirkan rajaa’ (rasa optimisme pada Allah) dan syukur.

Jangan sampai kita terjebak dalam ruang atau kondisi yang keliatan zahirnya ketaatan tapi malah menjerumuskan kepada kesombongan.

Syekh Ibnu ‘Athoillah as-Sakandari RA membagi nikmat yang pasti didapatkan oleh manusia menjadi dua macam dalam hikamnya, sebagai berikut:

نِعْمَتَانِ مَا خَرَجَ مَوْجُودٌ عَنْهُمَا، وَلَا بُدَّ لِكُلِّ مُكَوَّنٍ مِنْهُمَا، نِعْمَةُ الْإِيجَادِ وَنِعْمَةُ الْإِمْدَادِ

“Ada dua anugrah nikmat yang tidak satu pun makhluk (maujud) bisa terlepas dari keduanya. Setiap makhluk yang diciptakan pasti mendapatkan keduanya. Kedua nikmat dimaksud adalah nikmat diciptakan dan nikmat dipenuhinya kebutuhan hidup.”

إِنَّ رَبِّى عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ حَفِيظٌ

Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. (QS Hud:57)

Sering kali manusia tidak menyadari pertolongan Allah yang telah Allah berikan padanya, sehingga akhirnya sering mengeluh dan tidak mensyukuri nikmat Allah. Padahal manusia tidak akan bisa menghitung banyaknya nikmat Allah.

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. (QS An Nahl:18)

Syekh Ibnu Atha’illah As-sakandari ra menuliskan:

فَاقَتُكَ لَكَ ذَاتِيَّةٌ، وَوُرُوْدُ الْأَسْبَابِ مُذَكِّرَاتٌ لَكَ بِمَا خَفِيَ عَلَيْكَ عَنْهَا، وَالْفَاقَةُ الذَّاتِيَّةُ لَا تَرْفَعُهَا الْعَوَارِضُ

“Ketergantungan kepada Allah adalah hakikatmu, sedangkan munculnya sebab-sebab ketergantungan adalah pengingat akan hakikatmu yang tak kausadari itu. Dan ketergantungan yang bersifat haikiki itu takkan mungkin pernah terpenuhi oleh sesuatu yang nisbi”

Segala peristiwa yang kita alami sekarang berupa dijadika kaya atau dimiskinkan oleh Allah merupakan tarbiyah atau pendidikan yang Allah berikan kepada kita, jangan terjebak pada salah pandang akan ujian yang disebabkan kecondongan nafsu kita.

Seringkali kita tidak menyadari peringatan dari Allah, karena terselubungnya nafsu yang menyelimuti hati dan pikiran kita. Sehingga nafsu tersebut meronta ketika mendapatkan hal-hal yang tidak kita senangi (ujian, sakit, miskin, bangkrut, dsb).

Mulailah belajar problematika yang kamu hadapi sebagai bentuk Tarbiyah dari Allah, yang menjadikan kamu agar selalu bergantung dan husnuzhon pada Allah. Serta janganlah suka membandingkan nikmat yang diterima oleh orang lain dengan apa yang kamu terima.

Kaya adalah hal yang diperbolehkan, tapi jangan sampai melenakan kehidupanmu. Makanya perlu ditanamkan untuk zuhud dalam hati, dan meyakini apa yang kamu peroleh dan usahakan sejatinya dari Allah.

Ketika kamu ditegur guru, jangan dianggap itu sebagai bentuk kemarahan sang guru yang menjadikan kamu menjauhi guru. Anggaplah itu sebagai bahasa cinta dari seorang Guru, yang senantiasa mengharapkan kamu selalu dalam kebaikan.

Orang yang ruhaninya tidak terbasahi dengan ilmu dan dzikir selama 40 hari, akan merasakan kekeringan dan kegelisahan jiwa. Apakah akan nyaman jika seseorang tidak mandi selama berhari-hari? Begitulah mengaji, sebagai asupan jiwa dan pengigat agar kita selalu dalam koridor syariat. Pencerahan itu tidak melulu semua orang bisa menangkapnya, bersyukurlah jika kamu tersentuh dan tercerahkan ketika mendengar nasehat guru. (Abdusallam Arfan)