Maqam (keadaan) ini telah disebutkan oleh baginda Nabi SAW dalam sabdanya “كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَىْءٌ غَيْرُهُ” yang artinya “Allah ada (wujud) dan tidak ada wujud selainNya”(HR. Bukhari).
Sedangkan maqam wujud Sang Khaliq ketika Allah Ta’ala telah menciptakan makhlukNya, syekh Yusri menyebutkannya dengan kata “al wahidiyyah” yang berarti Allah Dzat yang Maha Satu, dimana wujud Allah adalah merupakan wujud yang paling pertama, kemudian barulah Allah menciptakan nur muhammadi (cahaya Muhammad) sebagai wujud yang kedua setelah wujud Allah Ta’ala, barulah Allah menciptakan makhluk lainnya melalui pancaran rahmat makhluk yang pertama.
Maka dari itulah Allah berfirman “وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ” yang artinya “Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya: 107).
Ke-satu-an, berarti menerima bilangan yang lain, seperti dua, tiga, empat dan seterusnya, seperti dikatakan “الواحدية تقبل النسبة” yang berarti Ke-satu-an adalah menerima nisbah (bilangan yang lain).
b. al-barzakh (penghubung) antara maqam buthun (tersembunyi) dan dhuhur (nampak), dimana baginda Nabi SAW sebagai perantara dari Allah Dzat yang Maha Batin, yaitu sebelum Allah menciptakan makhlukNya, sehingga tidak ada wujud yang mengenal kecuali DzatNya, dan maqam dhuhur, dimana Allah telah menciptakan makhlukNya, sehingga mereka mengenal Dzat yang telah menciptakannya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid