Jakarta, Aktual.com — Hati merupakan unsur penting dari kehidupan manusia. Jika hati manusia itu baik, maka baik pula seluruh amal kita. Sebaliknya, manusia yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.
Rasulullah SAW bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia (amal) itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)
Allah SWT berfirman,
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Artinya, “Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (At Taubah : 125)
“Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di Neraka yang abadi. Mengenai hal ini kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya,” kata Ustad Muhamad Ikrom kepada Aktual.com, di Jakarta, Jumat (5/2).
1. Sombong
Sering karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran akhirnya manusia menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Firaun yang mempunyai sifat takabur hingga menganggap rendah Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Pada kenyataannya Firaun adalah manusia yang akhirnya bisa meninggal dunia karena tenggelam di laut merah.
Di dalam Al Quran Allah SWT melarang kita untuk menjadi sombong,
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولً
Artinya, “Dan janganlah kamu berjalan di muka Bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus Bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (Al Israa’ : 37)
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka Bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman : 18)
Allah SWT menyediakan Neraka Jahannam bagi orang yang sombong,
ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۖ فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
Artinya, “(Dikatakan kepada mereka): “Masuklah kamu ke pintu-pintu Neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong.” (Al Mu’min : 76).
“Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak, Kecerdasan pun kita tidak punya namun karena kasih sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa. Begitu pula saat kita meninggal, segala jabatan dan kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman,” terang Ustad Ikrom.
Imam Al Ghazali dalam kitab “Ihya’ “Uluumuddiin” menyatakan, bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.
Allah SWT telah berfirman,
أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ
Artinya, “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” (Al Mursalat : 20)
“Kita diciptakan dari setetes air yang hina bahkan saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bisa bersikap sombong?,” urainya menambahkan.
2. Ujub (kagum akan diri sendiri)
“Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan diri kita sendiri padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu berasal dari Allah SWT. Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang, janganlah ujub. Sebaliknya ucapkan ‘Alhamdulillah’ karena segala puji itu hanya untuk Allah SWT.”
3. Iri dan Dengki
Allah SWT melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah SWT.
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Artinya, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An Nisa’ : 32)
Kita boleh mempunyai sifat iri akan tetapi hanya boleh dalam dua hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
“Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah SWT harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah SWT ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
Dan, apabila kita mengagumi milik orang lain akan tetapi kita tidak memilikinya, maka agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
“Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar.” (HR. Abu Ya’la)
“Berbeda lagi dengan dengki ini lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain senang, dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah SWT menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki.”
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
Artinya, “Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (Al Falaq :5)
“Yang harus kita ingat adalah kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita. Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu.” (HR. Abu Dawud)
Menurut Ustad Ikrom, Muslim membiarkan dirinya dikuasai oleh iri hati dan dengki akan menanggung beban berat yang tidak seharusnya. Karena setiap kali ia melihat orang yang didengkinya dengan semua kesuksesannya, hati dan persaannya menderita.
Dan, lanjutnya, hati orang itu, semakin penuh dengan dengki, marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya.
Perhatikan sabda Rasulullah SAW yang lainnya, Rasulullah SAW bersabda,
“Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (Abu Daud).
“Hadis itu menegaskan kepada kita bahwa dengki itu merugikan. Yang dirugikan bukanlah orang yang didengki, melainkan ‘si pendengki’ itu sendiri. Di antara makna memakan kebaikan, seperti yang disebutkan dalam Hadis di atas, dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki bertambah kerugian demi kerugian,” jelas Ustad Ikrom menambahkan.
“Hilangnya pahala itu hanyalah salah satu bentuk kerugian pedengki. Masih banyak kebaikan-kebaikan atau peluang-peluang kebaikan yang akan hilang dari seorang pedengki,” lanjutnya.
Ustad Ikrom mengatakan, tidak enak menjalani kehidupan seperti seorang pedengki. Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan penyakit lainnya. Seperti, penyakit hati yang bernama iri hati dan dengki. Bila tidak segera dihilangkan akan mengundang penyakit-penyakit lainnya.
Sebagaimana tertulis dalam firman Allah SWT,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Artinya, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah SWT penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah : 10)
“Semoga Allah SWT menambahkankan petunjuk jalan yang lurus kepada kita semua dan dikumpulkan selalu bersama para salihin, arifin, shidiqqin dan yang terkasih Rasulullah SAW. Amin,” harap Ustad Ikrom menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: