Jakarta, Aktual.com — Ustad Imam, di Masjid Ibadur Rahan di Kelapa Dua wetan Cibubur menerangkan dalam Khutbah Jumatnya, bahwa Bulan Rajab adalah bulan istimewa, bulan yang yang memuat banyak makna. Makna-makna itu muncul dari anugerah Allah SWT dalam memberikan keistimewaan bagi Rasul tercinta-Nya Muhammad SAW. berupa perjalanan spiritual yang kemudian hari dikenal dalam sejarah umat manusia sebagai Isra’ Miraj.
Seperti telah masyhur diceritakan bahwa di antara kejadian istimewa yang terjadi pada diri Rasulullah SAW sebelum perjalanan Isra’ Miraj dimulai adalah pembedahan hati (membersihkan hati) oleh Malaikat Jibril dan Mikail untuk selanjutnya dicuci dengan air zam-zam tiga kali dan diisinya hati mulia itu dengan hikmah dan iman.
Pembedahan hati ini pada bagian awal sebelum memasuki inti cerita perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho, untuk selanjutnya diteruskan hingga Shidratil Muntaha. Mengapa hati yang dibedah dan dibersihkan? Mengapa bukan usus atau ginjal yang mempunyai peran penting dalam metabolisme tubuh?. Yang secara bilogis lebih kotor dan selalu bersinggungan dengan makanan?. Atau alat pencuci anggota tubuh lainnya yang menjadi jalur kotoran bagi manusia?
Dan mengapa pula pembedahan ini dilakukan sebelum perjalanan, kenapa tidak setelah perjalanan usai? Atau di tengah perjalanan?
Sesungguhnya dalam kejadian ini terdapat hikmah yang sangat dalam. Semakin tinggi kadar kepandaian spiritual seorang manusia, akan makin dalam ia memaknai sebuah hikmah. Rasulullah SAW bersabda,
إنَّ فِي اْلجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ ، وَ إِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَ هِيَ القَلْبُ
Artinya, “Sesungguhnya di dalam tubuh seseorang terdapat segumpal daging, apabaila gumpalan itu baik, maka baiklah seluruh tubuh itu. Namun jika gumpalan itu jelek, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ingatlah gumpalan itu adalah hati.”(HR. Muttafun alaih)
Betapa pentingnya posisi hati bagi tubuh dan diri manusia. Betapa hati menjadi satu-satunya perkara yang menentukan tubuh dan diri manusia. Karena sebuah pribahasa Arab mengatakan,
القَلْبُ مَلِكٌ ، وَ اْلأَعْضَاءُ جُنُوْدُهُ ؛ فَإِذَا صَلَحَ القَلْبُ ، صَلَحَتْ الرَعِيَةُ ، وَ إِذَا فَسَدَ ، فَسَدَتْ.
Artinya, “Hati bagaikan raja, dan bala tentaranya adalah anggota tubuh manusia. Jikalau baik sang hati, maka baiklah rakyatnya. Namun jika rusak sang hati rusaklah segalanya.”
Inilah yang sering kita lupakan. Hati tidak lagi menjadi panglima dalam kehidupan ini, sejak lama kedudukannya telah digantikan oleh otak yang mengandalkan logika dan rasio. Padahal berbagai pertimbangan keadilan dan kebenaran sumbernya adalah hati, bukan otak. Karena itu tidak salah apa yang diungkapkan oleh al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin
إسْتَفِتْ قَلْبُكَ وَلَوْ أُفْتُوْكَ وَأُفْتُوْكَ وَأُفْتُوْكَ
Artinya, “Mintalah petunjuk pada hati (kecil) mu, walaupun mereka memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka memberikan petunjuk padamu.”
Bagaimana merawat hati kita dan menghiasinya agar tetap jernih dan mampu menjadi pelita bagi diri dan tubuh ini?. Agar selalu terawat hindarkanlah hati kita dari empat perkara, riya’, ujub, takabbur, serta hasad.
1. Riya’ adalah pamer, Riya menurut imam al-Ghazali adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan cara melakukan ibadah dan amal. Dengan kata lain riya’ selalu saja mengajak manusia untuk mencari modus dalam setiap kelakuan dan amalnya.
2. ‘Ujub menurut Imam al-Ghazali ujub adalah sifat merasa diri serba berkecukupan dan berbangga hati atas nikmat yang ada, dan lupa jika kelak akan sirna, ujub merupakan induk dari sifat takabur, bedanya jika takabur berdampak pada pihak yang ditakaburi, kalau ujub terbatas pada dirinya sendiri.
Sabda Rasulullah SAW, “ujub itu bisa memakan amal amal baik sebagaimana api makan kayu bakar”(Al Hadis)
3. Takabbur adalah merasa dirinya lebih sempurna dari yang lainnya, kesombongan adalah kemaksiatan yang pertama dilakukan oleh makhlukNya (Iblis) terhadap Allah SWT.
Allah SWT berfirman,
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ
Artinya, “Allah berfirman, “Turunlah kamu dari Surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.”(Al-A’raf : 13)
4. Hasad atau dengki untuk menjelaskan hal ini cukuplah petikan seorang Sufi dalam kitab Risalah Qusyairiyah “orang dengki adalah orang yang tak beriman sebab dia tidak merasa puas dengan takdir Allah SWT.”
Sementara Ulama yang lain berpendapat, “orang yang dengki adalah orang yang selalu ingkar karena tidak rela orang lain mendapatkan kenikmatan. Indikasi dari sifat dengki adalah menipu apabila dihadapan orang lain, mengumpat apabila orang lain itu pergi, dan mencaci maki apabila musuh tak kujung tiba pada orang itu”
Lantas bagaimana cara menghiasai hati?
Al-Ghazali berpesan dalam kitab Mizanul ‘Amal, bahwa hendaknya hati dihias dengan empat induk kesalehan, yakni hikmah, kesederhanaan (‘iffah), keberanian (syaja’ah) dan keadilan (‘adalah). Beliau menjelaskan bahwa kerelaan memaafkan orang yang telah menzaliminya adalah kesabaran dan keberanian (syaja’ah) yang sempurna. Kesempurnaan ‘iffah terlihat dengan kemauan untuk tetap memberi pada orang yang terus berbuat kikir terhadapnya. Sedangkan, kesediaan untuk tetap menjalin silaturrahim terhadap orang yang sudah memutuskan tali persaudaraan adalah wujud dari ihsan yang sempurna.
Demikianlah semoga kita semua dapat menarik hikmah dari bulan Rajab ini. Mengapa Allah SWT memerintahkan Malaikat Jibril dan Mikail membedah dada dan mencuci hati Rasulullah SAW. Bukan karena di hati Rasulullah SAW terdapat kotoran, bukan. Karena beliau adalah ma’shum. Namun semua itu adalah perlambang bagi kita selaku umatnya.
Bahwa membersihkan, merawat dan menghias hati adalah pekerjaan utama yang harus didahulukan dari lainnya. seperti halnya Allah SWT mendahulukan pembedahan dan pencucian hari Rasulullah SAW sebelum melakukan perjalanan Isra’ Miraj.
Artikel ini ditulis oleh: