Jakarta, Aktual.com — Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalimantan Selatan Harymurthy Gunawan mengatakan, perrmintaan pasar batu bara dunia masih sangat lemah menyulitkan pemulihan harga batu bara seperti sebelum krisis hingga di atas 100 dolar AS per ton.

Menurutnya, harga komoditas batu bara trennya menurun menjadi hanya sekitar 50 dolar AS per ton lebih, dan diprediksi tidak akan pulih dalam waktu dekat selama permintaan belum ada kenaikan yang setara seperti permintaan Tiongkok sebelumnya.

“Selama ini ekspor batu bara Kalsel bergantung pada Tiongkok dan India, dengan total volume mencapai 61,07 persen dari total ekspor,” ujar Hary di Banjarmasin Senin (12/10).

Kondisi tersebut kata dia, membuat harga batu bara nasional, cukup berat untuk pulih seperti sebelumnya, sehingga pemerintah harus segera mencari terobosan baru, untuk tumpuan pertumbuhan perekonomian di luar batu bara.

Apalagi, kata dia, saat ini Tiongkok telah menerapkan kebijakan energi untuk mengurangi konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik, dan memaksimalkan gas alam dari Rusia berupa “hydropower”, nuklir, serta energi terbarukan (EBT) lain.

Kalaupun Tiongkok bakal tetap memanfaatkan batu bara, tambah dia, namun mereka akan memanfaatkan hasil tambang produksi sendiri. Saat ini Negari Tirai Bambu mulai membangun infrastruktur pendukung terutama untuk jalur transportasi hasil tambang.

“Memang pertumbuhan permintaan batu bara dari ASEAN tumbuh positif, namun jumlahnya tidak seperti permintaan Tiongkok dan India,” katanya.

Menurunnya permintaana pasar luar negeri, diperkirakan akan membuat para pengusaha kembali menurunkan produksinya, sehingga tidak menutup kemungkinan akan berimbas kepada pemutusan hubungan kerja.

Mengatasi kondisi tersebut, tambah Hary, Kalsel harus memfokuskan diri pada pencapaian target industri bernilai tambah tinggi, seperti batu bara, yang sebelumnya diekspor tanpa pengolahan, kini harus dikirim berupa bahan jadi atau setengah jadi.

Begitu juga dengan sawit, perlu diversifikasi produk turunan CPO lebih jauh, menjadi lokasi produksi barang jadi dengan biaya produksi yang bersaing.

Sedangkan karet, yang kini harganya juga jatuh, juga harus dicarikan terobosan baru, antara lain dengan mendorong PMA otomotif untuk membuka site produksi ban, dan menggali diversifikasi produk turunan yang menyasar domestik.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka