Jakarta, Aktual.co —    Perekonomian Indonesia di tahun mendatang akan menghadapi banyak tantangan, salah satunya dengan normalisasi kebijakan suku bunga The Fed. Untuk mencegah gelombang siklus keuangan yang tinggi seperti pada 1998, Bank Indonesia (BI) melakukan tindakan cepat, seperti melakukan stress test.

Stress test dilakukan dengan mengambil kondisi-kondisi ekstrem pada perekonomian Indonesia. Dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh sektor-sektor yang diuji memiliki daya tahan terhadap situasi tersebut, salah satunya dengan menurunkan pertumbuhan ekonomi 2 persen dari proyeksi yang ada.

Direktur Eksekutif Kebijakan Makro Prudensial BI, Darsono mengatakan bahwa stress test tersebut dilakukan untuk mengatasai gelombang ekonomi yang terjadi di dunia maupun domestik. Menurutnya, gelombang ekonomi tidak bisa dihindari, tapi masih mungkin diatasi dengan menimalisir dampaknya.

“Stress test dilakukan untuk meminimalisir dampak gelombang ekonomi yang akan terjadi di Indonesia. Karena gelombang ekonomi tersebut tidak bisa kita hindari. Kita tidak ingin Indonesia mengalami gelombang ekonomi seperti tahun 1998,” ujar Darsono saat berbincang dengan media di Kantor BI Jakarta, Selasa (9/12).

Lebih lanjut dikatakan Darsono, ada empat identifikasi sumber risiko untuk stress test. Identifikasi tersebut yaitu dari sektor keuangan dan perbankan, risiko korporasi, risiko sektor rumah tangga, dan risiko neraca fiskal pemerintah.

“Empat identifikasi sektor yang kita lakukan stress test yaitu dari sektor keuangan dan perbankan, korporasi, rumah tangga, dan fiskal. Cuma yang fiskal itu urusan OJK, kita hanya mengurusi makro prudensial nya saja,” kata dia.

Dari stress test tersebut, didapatkan hasil bahwa sebagian besar sektor keuangan dan perbankan, korporasi,dan rumah tangga Indonesia memiliki daya tahan yang tinggi. Artinya, kata Darsono, perekonomian Indonesia secara keseluruhan masih aman, bahkan jika kondisi pertumbuhan ekonominya diturunkan pada level 2 persen.

“Kondisi keuangan cukup tangguh, hasil stress kita khususnya di sektor perbankan, mereka punya daya tahan yang tinggi. Sektor yang lainnya juga seperti itu. Kemudian jika kondisi ekonomi kita turunkan hingga tingkat 2 persen, pertumbuhan ekonomi kita juga masih akan aman pada keempat sektor tersebut. Memamng ada yang lemah, tapi tidak signifikan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka