Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wardjio berbicara saat jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (27/9). RDG BI memutuskan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini aliran modal asing akan tetap masuk dengan deras ke pasar keuangan Indonesia meskipun per Juli 2019 pihaknya memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,75 persen.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, Perry mengklaim suku bunga di pasar keuangan Indonesia akan tetap menarik bagi investor global jika merujuk pada selisih suku bunga pasar (differential interest rate) antara Indonesia dan negara maju.

Perry membandingkan suku bunga obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun (US Treasury Yield) yang saat ini sebesar 1,9 persen hingga dua persen, dengan Surat Berharga Negara Indonesia bertenor 10 tahun yang masih berada di kisaran tujuh persen.

Dengan selisih bunga atau marjin antara kedua instrumen itu yang masih sebesar lima persen, Perry yakin investor global akan masih melirik pasar keuangan Indonesia.

“Ada spread (selisih) bunga sekitar lima persen lebih dan (Indonesia) masih menarik,” ujar Perry.

Selain selisih suku bunga dengan AS, menurut Perry, risiko investasi yang terlihat dari risiko gagal bayar (credit default swap/CDS) Indonesia juga kian menurun. Dia menyebut CDS Indonesia untuk pasar keuangan bertenor lima tahun saat ini berada di kisaran 80 poin, atau terus menurun dibanding Maret 2019 yang sebesar 100 poin.

“Premi risiko investasi di Indonesia semakin rendah dengan peningkatan peringkat kredit Standard and Poor’s dan lembaga lainnya terhadap Indonesia yang membaik,” kata dia.

Sebagai gambaran, aliran modal asing ke Indonesia sejak awal Januari 2019 hingga akhir Juni 2019 mencapai 9,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp180 triliun.

“Meski begitu, risiko dana keluar masih ada, tapi kami meyakini bahwa investasi portofolio di Indonesia masih menarik dibanding negara lain,” kata Perry.

Parameter lainnya dalam stabilitas eksternal, yakni neraca pembayaran, diyakini Perry juga akan terjaga karena berlanjutnya surplus neraca modal dan finansial. Sedangkan defisit transaksi berjalan Indonesia hingga akhir tahun diperkirakan akan berada di kisaran 2,5-3 persen terhadap PDB.

Di luar investasi portofolio, investasi asing langsung atau penanaman modal asing, menurut Perry, juga akan tetap deras mengingat sinyalemen kuat telah dikeluarkan Presiden Joko Widodo bahwa pemerintah hingga 2024 akan tetap menerapkan kebijakan yang probisnis dan investasi. Hal itu diyakini akan menggairahkan aliran investasi asing langsung.

Adapun pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia ini adalah yang pertama kali sejak delapan bulan lalu atau November 2018 ketika suku bunga kebijakan dinaikkan ke level enam persen untuk membendung keluarnya aliran modal asing pada 2018. Secara total, pada 2018, Otoritas Moneter menaikkan suku bunga acuan sebanyak 1,75 persen hingga ke level enam persen.

Dengan pemangkasan suku bunga kebijakan tersebut, Bank Sentral juga menurunkan suku bunga penyimpanan dana perbankan di BI (deposit facility) dan bunga penyediaan dana bagi perbankan (lending facility), masing-masing ke lima persen dan 6,5 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan