Seorang teller menunjukan mata uang dollar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Jumat (2/3/18). Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai pengenaan tarif impor baja sebesar 10% dan tarif impor alumunium sebesar 25%, sempat membuat dollar AS melemah terhadap rupiah. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia menilai peluang penguatan nilai tukar rupiah masih terbuka dalam beberapa waktu ke depan, karena indikator fundamen ekonomi domestik yang masih terjaga.

Sementara itu, tekanan dalam dua hari terakhir menurut Bank Sentral, lebih didominasi faktor eksternal karena dinamika ekonomi Amerika Serikat.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan investor juga melihat indikator fundamen domestik seperti inflasi yang terus mendekati sasaran bawah Bank Sentral dalam rentang 2,5-4,5 persen, defisit APBN yang terjaga, dan pergerakkan defisit transkasi berjalan yang masih dalam rentang sehat di bawah tiga persen PDB.

“Penguatan rupiah tetap terbuka dari sisi kondisi domestik yang terjaga,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/5).

Dody juga mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2018 yang sebesar 5,06 persen (yoy) masih positif dan sejalan dengan sasaran BI untuk laju pertumbuhan 5,1-5,5 persen di 2018. Namun jika merujuk pernyataan BI sebelumnya, angka pertumbuhan itu di bawah ekspetasi BI yang melihat pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 bisa mencapai 5,1 persen (yoy).

“Asesmen (kajian atau penelitian) BI terhadap PDB tetap positif dan akan mencapai proyeksi 5,1-5,5 persen di akhir 2018,” ujarnya.

Rupiah pada Senin, untuk pertama kalinya sejak Desember 2015, melemah hingga melewati batas psikologis Rp14.000 per dolar AS. Di pasar spot, rupiah diperdagangkan hingga Rp14.003 per dolar AS.

Pada Selasai, rupiah tampak masih depresiatif. Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) yang diumumkan BI Selasa ini menunjukkan, nilai tukar rupiah melemah ke Rp14.036 per dolar AS.

Rupiah yang ditransaksikan antarbank pada Selasa pagi juga melemah sebesar 35 poin menjadi Rp14.028.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai fundmaental ekonomi tetap harus diperkuat untuk menjaga kepercayaan investor. Pemerintah harus menjaga stabilitas harga BBM, listrik dan pangan untuk tetap mampu mengendalikan inflasi, terutama menjelang tren konsumsi tinggi di Ramadhan.

BI juga, kata Bhima, tidak perlu ragu untuk menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo sebesar 25-50 basis poin, jika tekanan terhadap rupiah terus deras.

“Cadangan devisa akan terus tergerus untuk stabilisasi nilai tukar. BI tidak bisa andalkan hanya cadangan devisa sebagai satu-satunya instrumen menstabilisasi nilai tukar,” ujarnya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: