Jakarta, Aktual.com — Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menilai jika suku bunga The Federal Reserve AS naik pada Desember 2015 ketidakpastian ekonomi akan berakhir dan menuntaskan sebagian besar efek negatif eksternal terhadap ekonomi Indonesia.

“Ketika sudah naik Desember 2015 nanti, maka sudah lewat ketidakpastian itu. Lalu apakah orang menunggu kenaikan suku bunga kedua. Tren kenaikan suku bunga sekarang sudah berbeda,” ujar Mirza di Jakarta, Kamis (19/11).

“Kenaikan suku bunga yang pertama sangat penting, yang kedua mungkin saja penting, dan yang ketiga sama sekali tidak penting,” tambahnya.

Mirza memahami saat ini pelaku pasar sangat menanti kepastian suku bunga The Fed pada Desember 2015 sehingga tekanan di pasar finansial masih membayangi.

Menurt dia, kenaikan suku bunga The Fed setelah penaikan perdana akan bertahap dan sangat perlahan. Dengan begitu imbasnya bagi pasar finansial negara “emerging markets” tidak besar.

“Jadi bagi saya ketidakpastiannya sudah lewat (setelah kenaikan suku bunga pertama). Nah silahkan terjemahkan sediri jika ketidakpastian sudah lewat itu akan seperti apa perekonomian,” ujarnya.

Menurut dia, ketidakpastian dari kenaikan bunga The Fed menjadi sumber terbesar tekanan bagi perekonomian negara berkembang saat ini.

Namun, selain dari The Fed, kata dia, tekanan lain juga masih menghadang dari lambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dimana negara Tirai Bambu sedang mengahdap fase normal baru setelah pertumbuhan dua digit, menjadi satu digit.

Mirza mengatakan beberapa upaya Tiongkok untuk menuju stabilisasi ekonomi sudah mulai terasa. Stimulus yang diberikan oleh pemerintah dan Bank Sentral Tiongkok mulai membuahkan hasil.

“Sebelum turunkan suku bunga, Tiongkok juga beberapa kali melonggarkan Giro Wajib Minimum. Dampak dari itu yang perlu kita tunggu,” kata dia.

Dari sisi domestik, Mirza meyakini, paket kebijakan pemerintah akan signifikan memperbaiki struktural ekonomi Indonesia.

Dia menyambut baik kebijakan deregulasi pemerintah untuk industri dan investasi. Selain itu, dia juga meyakini, pengembangan pariwisata dengan kebijakan bebas visa bagi 90 negara akan mendongkrak jumlah cadangan devisa.

“Tinggal kita pantau implementasinya, apakah sudah ada peraturan turunan untuk penerapannya,” ujarnya.

Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah melontarkan pendapat berbeda. Dia menilai kenaikan suku bunga The Fed mendatang belum tentu mengakhiri ketidakpastian eksternal bagi perekonomian Indonesia.

“Ada yang coba petakan dampak kenaikan Fed rate. Yang menarik, pada April-Agustus 1980, AS menaikkan suku bunganya, dan 1981 AS resesi ekonomi. Maka ketika the Fed itu menaikkan suku bunga, apakah sumber ketidakpastian akan hilang atau muncul yang baru? Itu belum pasti,” kata Firmanzah.

Berbagai analis memperkirakan akan terdapat periode penyesuaian (adjustment) selama 6 bulan pasca kenaikan Fed rate oleh banyak negara. kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka