Terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang vonis perkara penistaan agama yang di gelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut majelis hakim membacakan pertimbangan sebelum menjatuhkan vonis. Suara.com-POOL/Kurniawan Mas'ud

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antara Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi Munawar, mengomentari permintaan dari lembaga internasional terkait vonis terpidana penista agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Rofi menilai, permintaan tersebut merupakan intervensi terhadap hukum Indonesia.

“Itu harus dihormati, jangan kemudian mendesak penghapusan pasal itu. Itu namanya campur tangan urusan sebuah negara yang tidak boleh dilakukan,” ujarnya dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (10/5).

Menurut dia, sudah sepantasnya lembaga internasional maupun pemerintah dan parlemen negara lain menghormati keputusan hakim yang ada di Indonesia.

“Proses hukum sudah berjalan dengan semestinya dan mekanisme persidangan, dilakukan secara transparan dan berasaskan keadilan,” jelasnya.

Dia menyebut, Indonesia memiliki kedaulatan hukum dan bersifat independen, sehingga putusannya tidak bisa diintervensi.

“Kalau memang ada keberatan atau ketidakpusan atas sebuah keputusan, maka dibuka ruang dan mekanisme untuk menempuh jalur hukum berikutnya, dan itu diatur di dalam undang-undang,” ujarnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sejumlah organisasi internasional seperti Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR), Amnesti Internasional, Uni Europa, Parlemen Belanda, memberikan pandangan terkait dengan vonis dua tahun terhadap Ahok, yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (9/5).

Bahkan Amnesty International, menilai putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara bagi Ahok, merupakan cerminan ketidakadilan di Indonesia.

“Putusan itu memperlihatkan ketidakadilan dalam hukum penodaan agama di Indonesia, yang harus segera dihapus,” tulis Amnesty International dalam siaran persnya, Selasa.

Amnesty International kemudian menjelaskan bahwa Pasal 156 dan 156 (a) KUHP tentang penodaan agama harus dihapus, karena dapat dimanfaatkan untuk menghukum orang yang sebenarnya hanya menyampaikan pendapatnya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: