Dua ekor tukik hasil penangkaran dilepaskan wisatawan di Pantai Ngagelan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (22/5). Pelepasliaran anak penyu tersebut guna melestarikan keanekaragaman hayati di kawasan taman nasional seluas 43.420 hektar yang terletak di ujung Banyuwangi yang langsung berhadapan dengan laut dan di seberangnya adalah Pulau Bali itu. ANTARA FOTO/ Budi Candra Setya/aww/16.

Pontianak, Aktual.com – Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Singkawang, Dani Arief Wahyudi mengatakan, populasi penyu dan habitatnya mulai terancam, akibat aktivitas konversi lahan untuk berbagai peruntukan.

“Saat ini tak hanya populasi penyu yang terancam, bahkan habitat penyu pun ikut terancam dengan adanya aktivitas konversi lahan untuk berbagai peruntukan seperti pengembangan dan pembangunan wilayah,” kata Dani, Selasa (10/4).

Menurutnya, pantai sepanjang 63 kilometer di Pesisir Paloh merupakan habitat pendaratan terbesar penyu di Kalimantan Barat. Untuk itu, diharapkan kepedulian kita semua akan konservasi dan kelestarian penyu agar terwujud.

“Hal ini mengingat penyu saat ini berstatus Apenddix I CITES yang berarti keberadaannya di alam terancam punah, dan juga masuk ke dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan PP No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa,” ujarnya.

Meski demikian, pemberian status perlindungan saja tidak akan cukup, jika tidak diiringi dengan tindakan nyata dalam melakukan upaya-upaya konservasi.

Sebelumnya, Seksi Konservasi wilayah III BKSDA Singkawang bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam telah menerjunkan tim pasca kematian seekor penyu di pesisir Pantai Paloh Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas yang dikelilingi dengan tumpukan sampah dan kemudian viral di media sosial.

Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat Sadtata Noor Adirahmanta mengatakan, tim yang diturunkan terdiri dari Kepala Seksi Konservasi Wilayah III beserta jajarannya di Resort Paloh, Drh Wahyu (dokter Hewan pada Balai KSDA Kalbar), diikuti juga dari Badan Pengelola Sumber Daya Pesisir (BPSPL) serta tim WWF Kalbar untuk melakukan nekropsi/ pembedahan pada penyu tersebut.

“Berdasarkan informasi dari media sosial pada tanggal 6 April 2018 tentang kematian seekor penyu di pesisir Pantai Paloh, Balai KSDA Kalimantan Barat menugaskan staf dari Resort Paloh bersama-sama dengan WWF Kalimantan Barat yang berkedudukan di Paloh untuk melakukan patroli perlindungan dan pengamanan terhadap satwa (khususnya jenis penyu) di sepanjang pantai pendaratan penyu di luar kawasan TWA Tanjung Belimbing,” kata Sadtata Noor Adirahmanta melalui rilisnya.

Selama patroli tersebut, petugas menemukan 10 ekor penyu hijau (Chelonia Mydas) mati. Kemudian keesokan harinya, ditemukan lagi satu ekor penyu sisik (Eretmochelys Imbricata) mati di lokasi yang tak jauh dari lokasi ditemukannya kematian penyu sebelumnya.

“Pada saat patroli tersebut, tim juga menemukan beberapa gumpalan tar aspal dan sampah dalam jumlah yang cukup banyak di pinggir pantai,” ujarnya.

Namun, pada saat dilakukan nekropsi, kondisi penyu tersebut telah mengalami pembusukan sehingga tim hanya melakukan nekropsi secara makroskopis yakni dengan melihat secara langsung, dikarenakan perubahan secara patologi anatomi ataupun histopatologinya sudah tidak bisa teramati.

“Berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan pada lima sampel penyu yang terdiri dari empat penyu hijau (Chelonia Mydas) dan satu jenis penyu sisik(Eretmochelys Imbricata), terdapat empat penyu positif terdapat endapan tar/aspal pada organ tubuh penyu. Terhadap hasil nekropsi tersebut indikasi kematian penyu disebabkan karena menelan tar/aspal,” jelasnya.

Menurutnya, kejadian penyu mati di sepanjang pesisir Pantai Paloh, katanya, tidak hanya terjadi baru-baru ini. Dalam kurun waktu dua bulan, di bulan Februari-Maret 2018 telah ditemukan 10 bangkai Penyu dan tiga di antaranya telah dilakukan nekropsi.

Sadtata menambahkan, dalam beberapa waktu ke depan, BKSDA Kalimantan Barat telah merencanakan beberapa langkah tindak lanjut, antara lain mengumpulkan data dan informasi terkait asal-usul tar/aspal dan sampah yang mencemari perairan sekitar Pesisir Paloh dan aksi bersih-bersih pantai bersama para pihak. Bahkan jika dipandang perlu akan dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kualitas air laut dan uji kimia sample cairan hitam yang diduga aspal tersebut.

“Kita juga mengimbau kepada masyarakat Kalimantan Barat untuk lebih peduli terhadap kelestarian penyu maupun satwa-satwa liar lainnya,” pintanya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: