Jakarta, Aktual.com — Mungkin beberapa dari Muslim enggan untuk bekerja kepada orang atau perusahaan yang dipimpin oleh non-muslim. Akan tetapi hal tersebut terkadang juga tak menjadi sebuah permasalahan bagi beberapa orang dikarenakan tuntutan ekonomi dan kebutuhan keluarga serta minimnya lapangan kerja seperti saat ini.
Namun, ada juga beberapa orang yang terkadang bertanya tentang apakah kita sebagai umat Islam boleh bekerja kepada orang atau perusahaan milik non-muslim?
Untuk menjawab dan meluruskan keyakinan kita sebagai seorang Muslim mengenai pertanyaan tersebut ada sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Ka’ab bin Ujrah. bahwa Beliau berkata, “saya mendatangi Nabi pada suatu hari, dan saya melihat Beliau pucat. Maka saya bertanya, ‘ayah dan ibu saya adalah tebusanmu’. Kenapa Engkau pucat ? Beliau menjawab , ‘tidak ada makanan yang masuk ke perut saya sejak tiga hari’, maka saya pun pergi dan mendapati seorang yahudi sedang memberi minum untanya. Lalu saya bekerja padanya , memberi minum unta dengan upah sebiji kurma untuk setiap ember. Saya pun mendapatkan beberapa biji kurma dan membawanya untuk Nabi. Nabi bertanya ‘dari mana ini wahai ka’ab ?’ Lalu saya pun menceritakan kisahnya. Nabi bertanya ‘Apakah kamu mencintaiku wahai ka’ab ? Saya menjawab, ‘ya, dan ayah saya adalah tebusanmu’.”(HR. At-Thabrani)
Dalam Hadis ini, Rasulullah SAW tidak mengingkari apa yang dilakukan oleh Ka’ab. Hal itu menunjukkan bahwa pada dasarnya, hukum bekerja pada orang non-muslim dibolehkan. Namun, Haram bagi seseorang Muslim bekerja untuk non-muslim dalam bidang pekerjaan yang diharamkan agama seperti, bekerja di bank ribawi, menjual atau membuat minuman keras, atau menjual daging babi. Dalam hal ini, tidak ada bedanya antara pemilik usaha tempat kerjanya itu seorang Muslim atau kafir.
Dan selain itu kita sebagai Muslim juga tidak diperbolehkan untuk bekerja kepada non-muslim, apabila kita bekerja hanya menjadi pembantu rumah tangga dan menyusui bayi orang non-muslim. Karena hal tersebut sudah jelas tertulis dalam kitab ‘Al masbsuth’ yang mengatakan “Jika perkejaan dialakukan biasa dipandang rendah seperti pembantu rumah tangga dan menyusui bayi orang kafir, hukumnya adalah makruh”, tak hanya sampai di sana beberapa Ulama pun berpendapat hukumnya adalah haram dan akadnya tidak sah.
Dan pendapat tersebut juga diperkuat oleh Hadis Hudzaifah dalam kitab ‘Majma’uz Zawaid dan silsilah Al Ahadits Ash Shahihah’ yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak pantas bagi seorang Mukmin menghinakan dirinya sendiri.”(HR. At-Tirmidzi, ibnu Majah Al haitsami, dan Syaikh Al Bani)
Dan tak hanya itu, bahwasannya menurut pendapat Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanbali mereka pun sepakat mebolehkan jika seorang Muslim bekerja kepada orang non-muslim, selama pekerjaan tersebut halal dan tidak menjatuhkan harga diri atau martabat seorang Muslim itu sendiri.
Dalam kitabnya Raudhah at-Thoolibiin dan Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab Imam Syafi’i mengatakan,
يجوز أن يستأجر الكافر مسلماً على عمل في الذمة كدين في ويجوز أن يستأجره بعينه على الأصح حراً كان أو عبدا
Yaitu, “Diperbolehkan non-muslim menyewa orang Muslim untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam tanggungan (masih akan dikerjakan kemudian) sebagaimana orang Muslim boleh membeli sesuatu dari orang non-muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan (hutang), dan diperbolehkan orang Muslim boleh menyewakan dirinya (tubuh atau tenaganya) kepada orang non-muslim menurut pendapat yang paling shahih baik ia merdeka atau sahaya.”
قال أصحانبا يجوز أن يستأجر الكافر مسلما على عمل في الذمة بلا خلاف كما يجوز للمسلم أن يشترى منه شيئا بثمن في الذمة وهل يجوز للمسلم أن يؤجر نفسه لكافر إجارة على عينه فيه طريقان مشهوران ذكرهما المصنف في أول كتاب الاجارة (أصحهما) الجواز
Artinya, “Para pengikut Imam Syafi’i berpendapat bahwa orang non muslim boleh menyewa orang muslim untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam tanggungan (masih akan dikerjakan kemudian) sebagaimana orang muslim boleh membeli sesuatu dari orang non muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan (hutang).”
Tentang kebolehan sewa menyewa ini, tidak ada seorang pun yang berbeda pendapat. Lalu, apakah orang Muslim boleh menyewakan dirinya (tubuh atau tenaganya) kepada orang non muslim? Dalam permasalah ini ada dua pendapat yang masyhur. Kedua pendapat itu disebutkan oleh mushannif di awal kirab Ijarah. Akan tetapi, pendapat yang paling shahih adalah pendapat yang mengatakan hal tersebut dibolehkan. Bersambung…..
(Sumber referensi: Al masbsuth karya As sarkhasi, Al Bayan wat Tahshil karya Ibnu rusyd al jadd, Al mughni karya ibnu Qudamah, Raudhah at-Thoolibiin, Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab).
Artikel ini ditulis oleh: