Dualisme Partai Ka'bah: Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP hasil Muktamar Bandung Syaifullah Tamliha (kanan) bersama Anggota Komisi III yang juga Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Jakarta Dimyati Natakusuma (kiri) dan Direktur Eksekutif Konstituen Indonesia Yusuf Warsyim (tengah) menjadi pembicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/2). Diskusi tersebut membahas dualisme peta politik partai Ka’bah di Parlemen dan Nasional pasca keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly yang memperpanjang kepengurusan PPP hasil muktamar Bandung. Foto : Junaidi/Aktual.com

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP Dimyati Natakusumah menyayangkan peristiwa percobaan bom bunuh diri di Gereja St Yosef, jalan Dokter Mansur, Medan, Sumatera Utara, pada Minggu, (28/8), pagi lalu.

Dimyati mengatakan, semestinya peristiwa tersebut dapat diantisipasi dengan peringatan dini. Sehingga ia menilai, peristiwa tersebut adalah bukti semakin melemahnya intelejen negara.

“Kita kan harusnya early warning system lah, peringatan dini sebelum terjadi. Makanya intelijen harus bergerak. Dan inilah kelemahan intelijen,” ujar Dimyati di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8).

Sebagai pengawas tim intelijen, Dimyati melihat banyak kelemahan di intelijen nasional. Salah satunya dari perangkat peralatan.

“Kalau Singapura atau Amerika kan udah canggih alatnya. Nah, di kita itu perangkatnya yang lemah,” katanya.

Karena itu, ia menyatakan bahwa teknologi pengawasan intelijen kini melemah. Sehinga perlu adanya penguatan di perangkat intelejen.

“Harusnya kan bisa mudah terdeteksi orang mau bawa bom. Kelemahan kita masih gunakan man power bukan teknologi power. Harusnya kan pake sistem digital tapi ini manual. Kalau man power tidak secanggih perangkat cyber. Sekarang harusnya kan canggih. Pasang CCTV dihubungkan satelit udah ketahuan,” jelasnya.

Dimyati menduga, kelemahan intelejen tersebut terkait soal anggaran Badan Intelejen Negara yang terlalu banyak mengalami pemangkasan. Akibatnya, tak mampu membeli perangkat intelejen yang canggih.

“Itu anggarannya kurang karena banyak pemotongan. Ini kesalahan bukan hanya pemerintah saja tapi juga parlemen. Parlemen menganggarkan terlalu wah. Harusnya rasional, terukur dan terarah. Ini tidak rasional, banggar ini enggak perhatikan juga. Jangan terlalu cepat anggarkan tapi akhirnya koreksi lagi,” pungkas Politisi PPP ini.(Nailin In Saroh)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid