Jakarta, Aktual.com – Defisit Anggaran yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), semakin hari semakin parah. Bagaimana tidak! Badan Hukum yang dulunya sebelum tahun 2014 pernah bernama PT Askes Indonesia (Persero) ini, lewat UU No.24 Tahun 2011 ditujukan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup (kesehatan) yang layak bagi peserta dan/atau anggota keluarganya dengan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun kini Badan tersebut terus mengalami kerugian akibat adanya kesalahan dalam pengelolaan. Hingga September 2018 ini, tunggakan pembayaran klaim yang dialami BPJS Kesehatan terhadap Rumah Sakit telah melebihi Rp7 Triliun.
BPJS Kesehatan memproyeksikan sampai akhir tahun ini defisit akan mencapai Rp16,5 triliun. Jumlah tersebut meliputi defisit arus kas rencana kerja anggaran tahunan 2018 sebesar Rp12,1 triliun dan carry over 2017 sebesar Rp4,4 triliun.
Lantas apa yang salah dalam pengelolaan BPJS Kesehatan? Siapa yang akan terdampak dari defisit BPJS Kesehatan ini? Tentunya lagi-lagi yang akan dikorbankan adalah rakyat. Dimana setiap bulan dipaksa untuk terus membayar, sementara manfaat yang diterima semakin berkurang, karena BPJS Kesehatan pastinya akan semakin mengurangi pelayanannya.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (24/9), menyampaikan kekhawatiran soal defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan.
Menurut IDI, terjadinya defisit keuangan BPJS lantaran sistem yang dijalankan selama ini tidak transparan. Sehingga bisa memberi celah kepada oknum dokter atau rumah sakit untuk melakukan tindakan nakal.
“Kalau kita melihat misalnya dengan pola operasional sekarang ini, dengan defisit yang besar, kami mengkhawatirkan Kartu Indonesia Sehat atau JKN akan mengalami suatu kegagalan,” kata Ketua Umum IDI Ilham Oetama Marsis saat memberikan keterangan pers di kantor Presiden.
Karena itu, IDI menyarankan Jokowi untuk melakukan pembenahan terhadap lembaga pelayanan kesehatan itu. “Tentunya kata kunci ke depan adalah perubahan yang harus dicapai dengan cepat, diperlukan transformasi,” jelasnya.
IDI Usulkan Iuran Dinaikan
Halaman berikutnya…