Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan salah satu cara jitu dan cepat untuk mengatasi defisit, yang bisa ditempuh BPJS Kesehatan adalah memanfaatkan supply chain financing (SCF) dengan menggunakan dana pinjaman bank untuk menutupi tunggakan.

Ia menilai, penggunaan pinjaman bank lebih cepat jika dibandingkan dengan menunggu suntikan dana dari pemerintah. Pinjaman bank juga bisa meringankan BPJS Kesehatan dari beban denda tunggakan pembayaran klaim.

Sebagai informasi, untuk membantu keuangan BPJS Kesehatan pemerintah berjanji menyuntik dana Rp4,9 triliun. Janji suntikan dana tersebut sudah disampaikan pemerintah sejak beberapa waktu lalu. Tapi untuk menyuntikkan dana tersebut pemerintah perlu menunggu hasil audit BPKP. Dana suntikan tersebut rencananya disuntikkan awal pekan ini.

Timboel mengatakan proses pemberian suntikan yang memakan waktu lama tersebut memberikan dampak pada BPJS Kesehatan. Pasalnya, mereka terkena beban denda satu persen per bulan atas keterlambatan pembayaran klaim ke rumah sakit.

Jika menghitung nilai tunggakan Mei 2018 yang masih Rp4,2 triliun ke Agustus yang membengkak jadi Rp7 triliun, terdapat  keterlambatan pembayaran tagihan selama tiga bulan. Dengan demikian, beban denda minimal yang harus dibayar BPJS Kesehatan ke rumah sakit mencapai Rp150 miliar.

“Hitungannya tiga bulan kali satu persen dikali Rp5 triliun,” katanya dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta pekan ini.

Hal tersebut kata Timboel akan berbeda jika BPJS Kesehatan memaksimalkan pinjaman bank. Hitungannya, dengan meminjam bank, BPJS Kesehatan hanya akan terkena beban bunga sekitar 0,7 persen per bulan, lebih hemat 0,3 persen jika membayar denda. “Jika keterlambatan Juni-Agustus yang tiga bulan, mereka hanya akan kena Rp45 miliar, itu penghematan yang besar di tengah defisit yang mereka hadapi,” katanya.

Timboel mengatakan selain penghematan pada BPJS Kesehatan, penggunaan pinjaman bank juga bisa memberikan manfaat kepada APBN, karena akan mendapatkan tambahan penerimaan pajak dari keuntungan yang didapat bank dari pendapatan pinjaman yang mereka berikan salah satunya ke BPJS Kesehatan.

Manfaat tersebut akan berbeda jika BPJS Kesehatan dibiarkan terlilit denda satu persen per bulan karena menunggak tagihan dari rumah sakit. Denda tersebut akan menjadi pendapatan rumah sakit yang nilai pajaknya akan lebih kecil jika dibandingkan dengan bank.

Timboel meminta agar pemerintah merevisi ketentuan tentang penggunaan SCF supaya BPJS Kesehatan bisa pro aktif dalam mencari alternatif pembiayaan untuk mengatasi masalah keuangan mereka.

Sementara itu BPJS Kesehatan memastikan dana talangan dari pemerintah sebesar Rp4,9 triliun sudah cair.  “Iya sudah cair hari ini,” ungkap Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf dikutip dari KONTAN, Senin (24/9/2019).

Dengan begitu, saat ini pihaknya akan menyelesaikan teknis yang ada agar dana tersebut bisa langsung diterima oleh rumah sakit pada esok, Selasa (25/9/2018).

“Ada teknis seperti pernyataan tanggung jawab mutlak yang perlu dipenuhi, Insya Allah besok sudah bisa (dibayarkan ke rumah sakit),” tambah dia.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis mengatakan, meski pemerintah sudah turun tangan dalam penanganan defisit BPJS Kesehatan tapi hal itu dinilai masih belum cukup. Sebab dana yang digelontorkan Rp4,9 triliun masih kurang dibanding total tunggakan saat ini sebesar Rp7,05 triliun.

“Sehingga tak menutup kemungkinan, akan ada masalah lain yang akan timbul,” ungkap dia.

Jokowi Teken Perpres Cukai Rokok, Solusikah?

Halaman berikutnya…