Kasus Lahan RS Sumber Waras (Aktual/Ilst.Nlsn)
Kasus Lahan RS Sumber Waras (Aktual/Ilst.Nlsn)

Jakarta, Aktual.com — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz mengatakan pembayaran yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk peralihan hak tanah seluas 3,6 hektar dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras, dianggap tidak lazim. Bukan hanya soal cara membayar yang menggunakan cek tunai, tapi waktunya pun dinilai janggal.

“Bahwa diakhir Desember, 31 Desember 2014, jam 7, ada bukti cek tunai, jam 7 sekian detik. Kenapa ini seperti dipaksakan?” ujar Harry di Jakarta, ditulis Minggu (17/4).

Selain proses pembayaran, BPK kata Harry juga mempertanyakan kenapa pembayaran peralihan lahan itu dilakukan diakhir Desember. Hal ini dinilai seakan dipaksakan.

“Kenapa (dipaksakan), memang itu kalau lewat dari jam 12, pembayaran setelah itu tidak sah. Tapi kenapa dibayar sebelum tutup buku? (Tutup buku) 25 Desember, artinya pemprov DKI sudah pada posisi debit, tapi objek lahan belum masuk asset DKI, karena sampai hari ini belum dikuasai pemprov DKI” tegasnya.

Harry kemudian membandingkan antara transaksi PT Ciputra Karya Unggul (CKU) dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) dengan yang terikat kontrak perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) No. 7 tertanggal 14 November 2013 tentang lahan RSSW seluas 3,6 ha berstatus hak guna bangunan (HGB), dimana pihak CKU hanya memberikan perikatan sebesar 8%, bandingkan dengan Pemprov DKI sudah melakukan pembayaran secara tunai 100%, padahal serah terima baru tahun 2018.

Lantas kata dia pertanyaan kemudian muncul, kemanfaatan dari pembelian lahan Sumber Waras sekarang siapa yang isi? Apakah sudah dipakai? Sekarang rumah sakit jalan tidak? Uang negara sudah terpakai tidak? Silahkan disimpulkan sendiri.

“Dari aktanya jelas dari saya baca dari depan ke belakang, tidak ada klausa penguasaan tanah setelah akta ditandatangani, tidak ada klausa si penjual menguasai tanah 2 tahun setelah ditandatangani akta, kalau sekarang masih dikuasasi penjual siapa yang rugi?,” tanya Harry.

Anehnya juga kata dia meski lahan di RS Sumber Waras telah dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun tetap saja tanah tersebut sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh pihak penjual dalam hal ini Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras.

Adapun soal letak tanah dan kaitanya dengan NJOP, semestinya pemprov DKI melakukan klarifikasi ke BPN, tentang letak posisi tanah yang benar.

“Apa sudah ada konfirmasi resmi dari BPN? Terkait letak posisi tanah? Sudah keluarkan surat belum? Ikut Kyai Tapa atau Tomang? Mestinya Pemprov DKI men-clear-kan soal ini, tidak terburu-buru langsung transaksi, apalagi ini menggunakan uang rakyat loh, ratusan milyar,” pungkas Harry.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan