Kiri-kanan ;Sekjen FSP BUMN Bersatu Tri Sasono, Ketum FSP BUMN Bersatu FX Arief Poyuono, Kord Tim Advokasi Tolak KA Cepat Habiburokhman, Anggota Tim Advokasi Tolak KA Cepat Munathsir Mustan,Pemimpin Daerah KSPI DKI Hirman Firmansyah dalam jumpa pers menggugat proyek kereta cepat di Jakarta, Minggu (14/2/2016). Dalam jumpa persnya Aliansi masyarakat yang menggugat proyek kereta cepat menamakan diri sebagai “Kodok Kecebong” Atas nama warga, Forum Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu dan beberapa kelompok buruh berencana mengajukan gugatan (class action) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (16/2/2016), sekira pukul 13.00 Wib.sekira pukul 13.00 Wib.

Jakarta, Aktul.com – Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu melihat, Direksi BUMN nakal yang disebut oleh Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, diduga BUMN sektor logistik pangan yang banyak berurusan dengan impor pangan.

Namun demikian, kata Sekjen FSP BUMN Bersatu, Tri Sasono menyebut, tak hanya perusahaan pelat merah di sektor pangan saja, sangat mungkin juga terjadi di BUMN sektor lain seperti energi.

“Jadi mungkin saja direksi nakal itu ada di BUMN lain seperti energi, tak hanya di BUMN pangan. Terutama BUMN yang kerap melakukan impor,” cetus Tri, di Jakarta, Kamis (15/9).

Untuk itu, Menteri BUMN Rini Soemarno jangan hanya diam. Mestinya, bisa diusut lebih jauh agar direksi nakal lain juga terungkap. Dan bagi direksi yang sudah disebut KPK, pemerintah sebagai pemegang saham BUMN bertindak cepat memecatnya.

“Seharusnya pemerintah selaku pemegang saham di BUMN harus berani segera mencopot dan meminta ke pihak yang berwajib untuk segera melakukan pengusutan atas dugaan kasus tersebut,” tandasnya.

Untuk itu, FSP BUMN Bersatu berharap pada Menteri BUMN untuk bisa berkordinasi dengan KPK untuk bisa mendapatkan nama oknum Direksi BUMN tersebut.

“Dan jika sudah dipastikan segera saja dipecat dan KPK segera keluarkan kebijakan cekal direksi tersebut jangan sampai berpergian ke luar negeri,” cetusnya.

BUMN pangan yang dia duga tersebut, katanya, bahwa direksi BUMN yang menerima fee besar di Singapura diduga kerap melakukan impor pangan terkait gula mentah atau raw sugar.

“Mereka menggunakan perusahaan Singapore Panamex yang bergerak di bidang trading gula jenis raw sugar untuk memenuhi kebutuhan gula nasional yang minus itu,” tegas dia.

Kondisi tersebut, kata dia, berakibat pada naiknya harga gula hingga Rp20 ribu rupiah per kg. Yang akhirnya Rini Soemarno harus mengambil keputusan untuk meminta dan mengizinkan PTPN melakukan impor gula mentah hampir 300 ribu ton. Pembiayaannya berasal dari perusahaan BUMN pangan yang bertugas menstabilkan harga gula hingga mencapai 12 ribu rupiah.

“Tapi Singapura Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB) men-stressing adanya pembukaan rekening salah satu direksi pangan tersebut yang diduga menerima fee dari Panamex,” jelas dia.

Fee tersebut, lanjutnya, sebesar US$50 per ton dari 100 ribu raw sugar yang diimport. “Sehingga jumlah totalnya mencapai US$5 juta atau setara dengan Rp65 miliar,” tegas dia.

Karena itu, FSP BUMN Bersatu sangat berterima kasih pada CPIB yang telah memberikan informasi pada KPK terkait direksi salah satu BUMN besar yang membuka rekening bank di Singapura itu.

“Kami mendapat info kalau oknum Direksi BUMN yang membuka rekening di Singapura itu sangat dilindungi salah satu Menteri Kabinet Joko Widodo yang berinisial “P”. Jadi ini uang hasil fee impor gula itu bukan semata-mata milik direksi BUMN tersebut,” pungkasnya.

Sebelumnya, disebutkan KPK ada direksi salah satu BUMN besar yang menerima gratifikasi yang dilakukan di Singapura. Ini dilakukan untuk menghindari pelacakan KPK.

“Sampai hari ini, saya masih menyaksikan, salah satu BUMN besar, direksinya masih terima fee. Terima di Singapura dan buka rekening di Singapura supaya tidak di-trace oleh KPK,” kata Agus.

Untungnya, kata dia, masih ada kerja sama dengan CPIB. “Jadi CPIB selalu melaporkan. Kita kerja sama, sehingga dapat informasi,” tegas Agus.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan