Ribuan guru honorer Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) kembali melakukan aksi yang ke tiga hari di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (12/2/2016). Aksi yang telah berlangsung selama tiga hari itu menuntut pemerintah untuk merealisasikan janji pengangkatan status sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah Kabupaten Kupang menyayangkan pemecatan terhadap Adi Meliyati Tameno, seorang guru honorer di SDN Oefafi, Kabupaten Kupang, hanya karena mengirimkan pesan singkat (short message service-SMS) menanyakan gajinya yang belum dibayar.

“Saya telah menerima informasi tersebut, saya kecewa dengan hal tersebut, tetapi saya sudah koordinasikan untuk menyelidiki hal ini,” kata Bupati Kabupaten Kupang Ayub Titu Eki saat dihubungi di Kupang, Sabtu (5/3).

Ia mengaku telah melakukan koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang untuk menyelidiki kasus tersebut.

Apalagi kasus pemecatan guru honorer yang telah mengabdi selama tujuh tahun tersebut belum selesai juga.

“Pada intinya kita tanggapi serius akan hal ini, dan mencari tahu penyebab kenapa sehingga guru honorer itu dipecat hanya karena menanyakan gaji honornya yang belum dibayar,” tuturnya.

Adi Meliyati diduga dipecat oleh Kepala Sekolah SDN Oefafi Daniel Oktovianus Sinlae karena mengirimkan SMS kepada bendahara Sekolah itu terkait gaji honorernya yang belum dibayar semenjak ada pergantian kepala sekolah sejak tiga tahun lalu.

Wanita yang biasa disapa Yati tersebut telah mengabdi di sekolah itu selama kurang lebih tujugh tahun. Dan selama tujuh tahun itu, dirinya dibayar Rp250 ribu tiap bulannya dan penerimaan akan dilakukan pertriwulan.

“Setelah saya SMS menanyakan soal gaji saya ke bendahara sekolah, keesokan harinya kepala sekolah langsung datang dan marah-marah dan langsung memecat saya tanpa ada melalui rapat atau surat tertulis,” kata Yati saat dihubungi secara terpisah.

Ia mengaku, hanya menanyakan soal haknya yang harus ia terima tetapi justru dimarahi sampai-sampai dirinya harus dilaporkan ke kepolisian karena pencemaran nama baik.

“Saya akan tetap ke sekolah itu dan meminta maaf kepada kepala sekolah agar saya bisa kembali lagi mengajar anak-anak yang masih duduk di bangku kelas I dan II itu. Walaupun sebenarnya saya hanya menanyakan hak saya,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka