Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin (kanan) melantik tujuh Bupati dan Wakil Bupati se- Sumatera Selatan di Palembang Sport and Convention Center (PSCC), Sumatera Selatan, Rabu (17/2). Tujuh pasang Bupati dan Wakil Bupati yang dilantik tersebut yaitu untuk Kabupaten Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur), Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan), Musi Rawas (Mura), Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Musi Rawas Utara (Muratara). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Fenomena pergantian pejabat di daerah pasca terpilihnya kepala daerah atau Bupati masih  menjadi kebiasaan para kepala daerah yang terpilih saat ini.

Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Irham Dilmy mengungkapkan, kebiasaan tidak baik oleh kepala daerah tersebut masih dikhawatirkan akan terjadi. Meski sebenarnya UU dan aturan di KASN sudah sangat jelas melarang hal tersebut.

“Ini cerita lama, biasanya kalau selesai pemilihan kepala daerah, apalagi saat ini Pilkada dilakukan serentak. Lebih dari 199 bupati ditambah 14 Gubernur memang dikhawatirkan akan disusul oleh penggantian dan pergeseran beberapa pejabat utama di daerah,” papar Irham di acara Perspektif Indonesia, Menteng, Jakarta, Sabtu (20/2).

Irham menuturkan, kebiasaan kepala daerah ini menjadi bagian dari program balas jasa dan program balas dendam yang biasanya akan dilakukan pada awal menjabat.

“Jadi memang, sebelum dan sesudah Pilkada semua pejabat   khususnya para SKPD akan berdebar-debar, karena kemungkinan akan diganti atau dimutasi oleh Bupati atau kepala daerah terpilih,” ujarnya.

Irham menyebut, saat ini sudah banyak, baik anggota DPR maupun orang pemerintahan di daerah terpilih ke kantor KASN untuk berkonsultasi terkait rencana penggantian beberapa pejabat di daerah yang bersangkutan.

“Sudah banyak yang datang ke kantor kami, dengan alasan untuk konsultasi, ganti orang pada posisi jabatan tertentu,”  sebutnya.

Padahal, lanjut Irham, UU ASN dan aturan di dalamnya sudah jelas dikatakan bahwa kepala daerah tidak bisa mengganti para pejabatnya begitu saja.

“Mestinya 6 bulan baru bisa diganti, itupun harus dibuktikan dulu kompetensi, kualifikasi dan kerjanya memang tidak baik,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka